Minggu, Desember 07, 2008

CINTAKU…SEKUAT PEGANGAN KU

CINTAKU…SEKUAT PEGANGAN KU
by Made Teddy Artiana “THE CAMPUHAN”
photographer & writer

Ini adalah cerita ke-2 alias lanjutan cerita “Prewedding Nunjuk !!!”. Bagi mereka yang belum baca dan pengen baca silakan baca di http://weddingmusto ryku.blogspot. com/2008/ 12/prewedding- nunjuk.html.

Si Bang Binsar –sekali lagi bukan nama sebenarnya – semakin bersemangat. Air laut yang membasahi baju di badannya yang berotot, mata yang berkilat-kilat bak Sisingamangaraja, deburan ombak, karang semuanya terasa bergabung menjadi obat “pemacu adrenalin” yang –kata orang Medan- Mantap Kaliii !!!

Terus terang kami geli setengah mati melihat tingkah dan ekspresi si Abang. Peran pengatur gaya diambil alih olehnya. Ide-ide gaya pun bermunculan bak jamur dimusin hujan. Gaya gendonglah.. gaya kissing lah..gaya berpelukan.. ck..ck.ck. Mengenai penghayatan ? Jangan ditanya. Acting nari Kajool dan acting nangis Sahrukh Kan…putuuussss !! Emang India aja yang bisa..Batak juga jago…
Tetapi ada gaya yang tidak bisa aku kabulkan….B e r e n a n g….yang ini No Way !! To Dangerous…

“Bli”, teriak Si Binsar untuk kesekian kali,”bagaimana kalau dikarang itu kita duduk berdua berdampingan” . Dia menunjuk kearah karang disebelah kiri mereka. Posisinya jauh lebih rendah dari yang kurekomendasikan. . Aku terdiam sejenak. Aman nggak yah..bathinku dalam hati. “Ahhhh tenang saja..” teriak Binsar seolah mengetahui kekawatiranku,” Aman itu..lagian khan kita berdua bisa berenang..Tak usah takut lah kau..”. Aku hanya tersenyum. Bukan masalah berenang nih gumanku…aku juga perenang bahkan nyaris jadi Beach Boy di Kuta sana..he..he. .he..
“Tapi Bang..”
“Alaaaaah sudahlah..sekali saja..ya tenang saja ombak juga nggak terlalu besar ini”, teriaknya kembali.
Akhirnya aku terpaksa setuju.
Mereka duduk berdampingan diatas sebuah batu karang.
“Tunggu ombak yaaa…kalau bisa yang agak besar”, teriak si Binsar kepadaku, sambil badan dan wajahnya tetap pada posisi ready to shoot.
Beberapa ombak kecil berdatangan silih berganti. Tiba-tiba sebuah ombak yang cukup besar terlihat bergulung dari kejauhan. Meskipun agak kuatir terhadap mereka. Aku harus bersiap.
“Bang ini agak besar…!!! Hati-hati yaaa..!!!” teriakku sekuat tenaga.
Ombak yang cukup besar itu tiba-tiba jadi..”agak kebesaran”..dan akhirnya menghantam mereka berdua.…..BYUUUUUUUU URRRRR !!!
Sejenak keduanya seolah tertelah deburan ombak…
Aku dan crew yang berdiri agak jauh berlari ketepian..sambil melindungi kamera dan alat-alat kami. Ombak itu berlalu…dan ya ampuuuuuuuuun…
Dibatu karang itu tinggal Bang Binzar ‘bertengger’ seorang diri…dia tampak agak shock…Tapi sepertinya ada yang aneh…..lho tadikhan ada dua orang disitu…kemana ceweknya ??? Wah gawat….!!!
Aku dan crew dengan panik segera berlari menuju arah mereka. Ternyata hempasan ombak itu membuat Si Cewek pasangan Bang Binzar –sebut saja Mona- itu terjerembab. .jatuh. Rupanya persis didepan karang ada cekungan setinggi kurang lebih satu meteran. Nah..Mona..nyungsep kesitu. Tanpa ba..bi..bu.. kami segera menolong Mona..sementara Bang Binzar yang terlihat putih karena pucat itu, masih terbengong-bengong ditempatnya. Rupanya nyawanya belum ngumpul bener.

Susah payah kami mengangkat Mona yang basah kuyub ke atas batu karang..
“Nggak apa-apa khan Mon..” kataku sambil mengamatinya cemas. Basah kuyub, rambut lepek, wajah memerah…

Tetapi Mona tidak menggubris pertanyaanku. Dia segera mendekati Bang Binzar..dan meninju berkali-kali dada, lengan dan menarik-narik baju si Abang..sambil setengah menangis…dan mata melotot Mona ngomel sejadi-jadinya. .

“AKU NGGAK DIPEGANGIN SIH !!! UDAH TAU OMBAKNYA GEDE…DASAR EGOIS !! MAUNYA SELAMAT SENDIRI !!! KATANYA CINTA…GOMBAL !!! BARU OMBAK AJA AKU UDAH DIBIARIN…KESEEEEEEEE EELL !!! MALAH PEGANGAN SENDIRI…. ABANG JAHAAT !!!!! NTAR AKU BILANG DEH SAMA MAMA PAPAKU…!!!”

Kami semua pecah oleh tawa..menyaksikan ekresi kecut Bang Binzar yang cuma bisa cengar-cengir. .sambil.. berkata ”Maaf ya Dik..Maaf..Abang itu……anu…jadi gini Dik...”


from milis

Kisah Cinta Dalam Sebuah Dompet

Kisah Cinta Dalam Sebuah Dompet



Ketika aku berjalan kaki pulang ke rumah di suatu hari yang dingin, kakiku tersandung sebuah dompet yang tampaknya terjatuh tanpa sepengetahuan pemiliknya. Aku memungut dan melihat isi dompet itu kalau-kalau aku bisa menghubungi pemiliknya. Tapi, dompet itu hanya berisi uang sejumlah tiga Dollar dan selembar surat kusut yang sepertinya sudah bertahun-tahun tersimpan di dalamnya.

Satu-satunya yang tertera pada amplop surat itu adalah alamat si pengirim. Aku membuka isinya sambil berharap bisa menemukan petunjuk. Lalu aku baca tahun "1924". Ternyata surat itu ditulis lebih dari 60 tahun yang lalu. Surat itu ditulis dengan tulisan tangan yang anggun di atas kertas biru lembut yang berhiaskan bunga-bunga kecil di sudut kirinya. Tertulis di sana , "Sayangku John", yang menunjukkan kepada siapa surat itu ditulis yang ternyata bernama Michael. Penulis surat itu menyatakan bahwa ia tidak bisa bertemu denganmu lagi karena ibu telah melarangnya. Tapi, meski begitu ia masih tetap mencintaimu. Surat itu ditanda tangani oleh Hannah.

Surat itu begitu indah. Tetapi tetap saja aku tidak bisa menemukan siapa nama pemilik dompet itu. Mungkin bila aku menelepon bagian penerangan , mereka bisa memberitahu nomor telepon alamat yang ada pada amplop itu.

"Operator," kataku pada bagian penerangan, "Saya mempunyai permintaan yang agak tidak biasa. Saya sedang berusaha mencari tahu pemilik dompet yang saya temukan di jalan. Barangkali anda bisa membantu saya memberikan nomor telepon atas alamat yang ada pada surat yang saya temukan dalam dompet tersebut ?" Operator itu menyarankan agar aku berbicara dengan atasannya, yang tampaknya tidak begitu suka dengan pekerjaan tambahan ini.

Kemudian ia berkata, "Kami mempunyai nomor telepon alamat tersebut, namun kami tidak bisa memberitahukannya pada anda." Demi kesopanan, katanya, ia akan menghubungi nomor tersebut, menjelaskan apa yang saya temukan dan menanyakan apakah mereka berkenan untuk berbicara denganku. Aku menunggu beberapa menit. Tak berapa lama ia menghubungiku, katanya, " Ada orang yang ingin berbicara dengan anda." Lalu aku tanyakan pada wanita yang ada di ujung telepon sana , apakah ia mengetahui seseorang bernama Hannah. Ia menarik nafas, "Oh, kami membeli rumah ini dari keluarga yang memiliki anak perempuan bernama Hannah. Tapi, itu 30 tahun yang lalu !"

"Apakah anda tahu dimana keluarga itu berada sekarang ?" tanyaku. "Yang aku ingat, Hannah telah menitipkan ibunya di sebuah panti jompo beberapa tahun lalu," kata wanita itu. "Mungkin, bila anda menghubunginya mereka bisa mencari tahu dimana anak mereka, Hannah, berada."

Lalu ia memberiku nama panti jompo tersebut. Ketika aku menelepon ke sana , mereka mengatakan bahwa wanita, ibu Hannah, yang aku maksud sudah lama meninggal dunia. Tapi mereka masih menyimpan nomor telepon rumah dimana anak wanita itu tinggal.

Aku mengucapkan terima kasih dan menelepon nomor yang mereka berikan. Kemudian, di ujung telepon sana , seorang wanita mengatakan bahwa Hannah sekarang tinggal di sebuah panti jompo. "Semua ini tampaknya konyol," kataku pada diriku sendiri. Mengapa pula aku mau repot-repot menemukan pemilik dompet yang hanya berisi tiga Dollar dan surat yang ditulis lebih dari 60 tahun yang lalu ? Tapi, bagaimana pun aku menelepon panti jompo tempat Hannah sekarang berada. Seorang pria yang menerima teleponku mengatakan, "Ya, Hannah memang tinggal bersama kami." Meski waktu itu sudah menunjukkan pukul 10 malam, aku meminta agar bisa menemui Hannah.

"Ok," kata pria itu agak bersungut-sungut,

"Bila anda mau, mungkin ia sekarang sedang menonton TV di ruang tengah." Aku mengucapkan terima kasih dan segera berkendara ke panti jompo tersebut. Gedung panti jompo itu sangat besar. Penjaga dan perawat yang berdinas malam menyambutku di pintu. Lalu, kami naik ke lantai tiga. Di ruang tengah, perawat itu memperkenalkan aku dengan Hannah. Ia tampak manis, rambut ubannya keperak-perakan, senyumnya hangat dan matanya bersinar-sinar.

Aku menceritakan padanya mengenai dompet yang aku temukan. Aku pun menunjukkan padanya surat yang ditulisnya. Ketika ia melihat amplop surat berwarna biru lembut dengan bunga-bunga kecil di sudut kiri, ia menarik nafas dalam-dalam dan berkata, "Anak muda, surat ini adalah hubunganku yang terakhir dengan Michael." Matanya memandang jauh, merenung dalam-dalam. Katanya dengan lembut, "Aku amat-amat mencintainya. Saat itu aku baru berusia 16 tahun, dan ibuku menganggap aku masih terlalu kecil. Oh, ia sangat tampan. Ia seperti Sean Connery, si aktor itu."

"Ya," lanjutnya.. "Michael Goldstein adalah pria yang luar biasa. Bila kau bertemu dengannya, katakan bahwa aku selalu memikirkannya, Dan ...," Ia ragu untuk melanjutkan, sambil menggigit bibir ia berkata, "Katakan, aku masih mencintainya. Tahukah kau, anak muda," katanya sambil tersenyum. Kini air matanya mengalir, "Aku tidak pernah menikah selama ini. Aku pikir, tak ada seorang pun yang bisa menyamai Michael."

Aku berterima kasih pada Hannah dan mengucapkan selamat tinggal. Aku menuruni tangga ke lantai bawah. Ketika melangkah keluar pintu, penjaga di sana menyapa, "Apakah wanita tua itu bisa membantu anda ?" Aku sampaikan bahwa Hannah hanya memberikan sebuah petunjuk, "Aku hanya mendapatkan nama belakang pemilik dompet ini. Aku pikir, aku biarkan sajalah dompet ini untuk sejenak. Aku sudah menghabiskan hampir seluruh hariku untuk menemukan pemilik dompet ini."

Aku keluarkan dompet itu, dompet kulit dengan benang merah di sisi-sisinya. Ketika penjaga itu melihatnya, ia berseru, "Hei, tunggu dulu. Itu adalah dompet Pak Goldstein ! Aku tahu persis dompet dengan benang merah terang itu. Ia selalu kehilangan dompet itu. Aku sendiri pernah menemukan dompet itu tiga kali di dalam gedung ini." "Siapakah Pak Goldstein itu ?" tanyaku. Tanganku mulai gemetar. "Ia adalah penghuni lama gedung ini. Ia tinggal di lantai delapan. Aku tahu pasti, itu adalah dompet Mike Goldstein. Ia pasti menjatuhkannya ketika sedang berjalan-jalan di luar."

Aku berterima kasih pada penjaga itu dan segera lari ke kantor perawat. Aku ceritakan pada perawat di sana apa yang telah dikatakan oleh si penjaga. Lalu, kami kembali ke tangga dan bergegas ke lantai delapan. Aku berharap Pak Goldstein masih belum tertidur. Ketika sampai di lantai delapan, perawat berkata, "Aku pikir ia masih berada di ruang tengah. Ia suka membaca di malam hari. Ia adalah pak tua yang menyenangkan. "

Kami menuju ke satu-satunya ruangan yang lampunya masih menyala. Di sana duduklah seorang pria membaca buku. Perawat mendekati pria itu dan menanyakan apakah ia telah kehilangan dompet. Pak Goldstein memandang dengan terkejut. Ia lalu meraba saku belakangnya dan berkata, "Oh ya, dompetku hilang !" Perawat itu berkata, "Tuan muda yang baik ini telah menemukan sebuah dompet. Mungkin dompet anda ?"

Aku menyerahkan dompet itu pada Pak Goldstein. Ia tersenyum gembira. Katanya, "Ya, ini dompetku ! Pasti terjatuh tadi sore. Aku akan memberimu hadiah." "Ah tak usah," kataku. "Tapi aku harus menceritakan sesuatu pada anda. Aku telah membaca surat yang ada di dalam dompet itu dengan harap aku mengetahui siapakah pemilik dompet ini." Senyumnya langsung menghilang. "Kamu membaca surat ini ?" "Bukan hanya membaca, aku kira aku tahu dimana Hannah sekarang."

Wajahnya tiba-tiba pucat. "Hannah ? Kau tahu dimana ia sekarang ? Bagaimana kabarnya ? Apakah ia masih secantik dulu ? Katakan, katakan padaku," ia memohon. "Ia baik-baik saja, dan masih tetap secantik seperti saat anda mengenalnya, " kataku lembut. Lelaki tua itu tersenyum dan meminta, "Maukah anda mengatakan padaku dimana ia sekarang ? Aku akan meneleponnya esok." Ia menggenggam tanganku, "Tahukah kau anak muda, aku masih mencintainya. Dan saat surat itu datang, hidupku terasa berhenti. Aku belum pernah menikah, aku selalu mencintainya. " "Michael," kataku, "Ayo ikuti aku."

Lalu kami menuruni tangga ke lantai tiga. Lorong-lorong gedung itu sudah gelap. Hanya satu atau dua lampu kecil menyala menerangi jalan kami menuju ruang tengah di mana Hannah masih duduk sendiri menonton TV. Perawat mendekatinya perlahan. "Hannah," kata perawat itu lembut. Ia menunjuk ke arah Michael yang sedang berdiri di sampingku di pintu masuk. "Apakah anda tahu pria ini ?" Hannah membetulkan kacamatanya, melihat sejenak, dan terdiam tidak mengucapkan sepatah katapun. Michael berkata pelan, hampir-hampir berbisik, "Hannah, ini aku, Michael. Apakah kau masih ingat padaku ?" Hannah gemetar, "Michael ! Aku tak percaya. Michael ! Kau ! Michaelku !" Michael berjalan perlahan ke arah Hannah. Mereka lalu berpelukan. Perawat dan aku meninggalkan mereka dengan air mata menitik di wajah kami.

"Lihatlah," kataku. "Lihatlah, bagaimana Tuhan berkehendak. Bila Ia berkehendak, maka jadilah." Sekitar tiga minggu kemudian, di kantor aku mendapat telepon dari rumah panti jompo itu. "Apakah anda berkenan untuk hadir di sebuah pesta pernikahan di hari Minggu mendatang ? Michael dan Hannah akan menikah !" Dan pernikahan itu, pernikahan yang indah. Semua orang di panti jompo itu mengenakan pakaian terbaik mereka untuk ikut merayakan pesta. Hannah mengenakan pakaian abu-abu terang dan tampak cantik. Sedangkan Michael mengenakan jas hitam dan berdiri tegak. Mereka menjadikan aku sebagai wali mereka.

Rumah panti jompo memberi hadiah kamar bagi mereka. Dan bila anda ingin melihat bagaimana sepasang pengantin berusia 76 dan 79 tahun bertingkah seperti anak remaja, anda harus melihat pernikahan pasangan ini. Akhir yang sempurna dari sebuah hubungan cinta yang tak pernah padam selama 69 tahun.



from milis

Kunci Sukses Aristotle Onassis

Kunci Sukses Aristotle Onassis

Ingin sukses dan kaya raya seperti Aristotle Onassis? Kebetulan salah seorang Dextoners berbaik hati mengirimkan "surat wasiat" Aristotle Onassis yang katanya juga jadi kiat suksesnya. Entah benar atau tidak, tapi beberapa hal yang ditulis kelihatannya masuk akal. Berikut "surat wasiat" Aristotle Onassis:
* Jaga badanmu agar tetap sehat. Banggalah dengan fisik yang kita punya. Jangan risaukan hal-hal kecil, kita tidak sejelek seperti apa yang kita bayangkan.
* Jaga kulitmu agar tetap sehat. Karena kulit yang sehat akan tampak seperti orang yang banyak uang.
* Usahakan tersenyum, jangan suka cemberut. Perlihatkan bahwa segalanya beres. Dan, tunjukkan bahwa hidupmu sehari-hari selalu tampak menyenangkan.
* Jaga penampilanmu. Jangan pernah memperlihatkan dan menceritakan kemelaratanmu kepada siapapun. Karena biasanya orang benci pada orang yang melarat.
* Jangan tidur terlalu banyak. Kalau dapat mengurangi tidur 3 jam sehari, maka dalam setahun akan menambah waktu 1,5 bulan untuk meraih sukses.
* Makan secukupnya dan hindari makan enak. Jangan makan sambil bicara bisnis, tunggu sampai selesai dulu. Jangan menghabiskan waktu berjam-jam di meja makan selagi ada pekerjaan mendesak, yang menanti untuk segera diselesaikan.
* Kalau tidak punya modal, pinjam dulu dalam jumlah besar. Jangan meminjam dalam jumlah sedikit. Lalu segera kembalikan, jangan sekali-kali menunda jadwal pembayaran. Ini menyangkut reputasi, buat pemodal atau Bank percaya padamu.
* Pilihlah teman yang dapat mendorong prestasimu. Dan, berusahalah terus sampai berhasil. Hindari orang yang suka mematahkan semangatmu.
* Dengarkan orang lain. Buatlah orang lain merasa senang. Hormati mereka, maka kita akan dihormati oleh semua orang. Ini adalah kunci suksesku yang utama.



From Milis

Selasa, Desember 02, 2008

DUA ORANG YANG BAIK TETAPI MENGAPA PERKAWINAN TIDAK BAHAGIA

DUA ORANG YANG BAIK TETAPI MENGAPA PERKAWINAN TIDAK BAHAGIA

Ibu saya adalah seorang yang sangat baik, sejak kecil, saya melihatnya
dengan begitu gigih menjaga keutuhan keluarga. Ia selalu bangun dini
hari, memasak bubur yang panas untuk ayah, karena lambung ayah tidak
baik, pagi hari hanya bisa makan bubur.

Setelah itu, masih harus memasak sepanci nasi untuk anak-anak, karena
anak-anak sedang dalam masa pertumbuhan, perlu makan nasi, dengan begitu
baru tidak akan lapar seharian di sekolah.

Setiap sore, ibu selalu membungkukkan nbadan menyikat panci, setiap
panci di rumah kami bisa dijadikan cermin, tidak ada noda sedikikt pun.

Menjelang malam, dengan giat ibu membersihkan lantai, mengepel seinci
demi seinci, lantai di rumah tampak lebih bersih dibanding sisi tempat
tidur orang lain, tiada debu sedikit pun meski berjalan dengan kaki
telanjang.

Ibu saya adalah seorang wanita yang sangat rajin.

Namun, di mata ayahku, ia (ibu) bukan pasangan yang baik.

Dalam proses pertumbuhan saya, tidak hanya sekali saja ayah selalu
menyatakan kesepiannya dalam perkawinan, tidak memahaminya.

Ayah saya adalah seorang laki-laki yang bertanggung jawab.

Ia tidak merokok, tidak minum-minuman keras, serius dalam pekerjaan,
setiap hari berangkat kerja tepat waktu, bahkan saat libur juga masih
mengatur jadwal sekolah anak-anak, mengatur waktu istrirahat anak- anak,
ia adalah seorang ayah yang penuh tanggung jawab, mendorong anak-anak
untuk berpretasi dalam pelajaran.

Ia suka main catur, suka larut dalam dunia buku-buku kuno.

Ayah saya adalah seoang laki-laki yang baik, di mata anak-anak, ia maha
besar seperti langit, menjaga kami, melindungi kami dan mendidik kami.

Hanya saja, di mata ibuku, ia juga bukan seorang pasangan yang baik,
dalam proses pertumbuhan saya, kerap kali saya melihat ibu menangis
terisak secara diam diam di sudut halaman.

Ayah menyatakannya dengan kata-kata, sedang ibu dengan aksi, menyatakan
kepedihan yang dijalani dalam perkawinan.

Dalam proses pertumbuhan, aku melihat juga mendengar ketidakberdayaan
dalam perkawinan ayah dan ibu, sekaligus merasakan betapa baiknya
mereka, dan mereka layak mendapatkan sebuah perkawinan yang baik.

Sayangnya, dalam masa-masa keberadaan ayah di dunia, kehidupan
perkawinan mereka lalui dalam kegagalan, sedangkan aku, juga tumbuh dalam
kebingungan, dan aku bertanya pada diriku sendiri : Dua orang yang
baik mengapa tidak diiringi dengan perkawinan yang bahagia?

Pengorbanan yang dianggap benar.

Setelah dewasa, saya akhirnya memasuki usia perkawinan, dan secara
perlahan -lahan saya pun mengetahui akan jawaban ini.

Di masa awal perkawinan, saya juga sama seperti ibu, berusaha menjaga
keutuhan keluarga, menyikat panci dan membersihkan lantai, dengan
sungguh-sungguh berusaha memelihara perkawinan sendiri.

Anehnya, saya tidak merasa bahagia ; dan suamiku sendiri, sepertinya
juga tidak bahagia.

Saya merenung, mungkin lantai kurang bersih, masakan tidak enak, lalu,
dengan giat saya membersihkan lantai lagi, dan memasak dengan sepenuh
hati.

Namun, rasanya, kami berdua tetap saja tidak bahagia. .

Hingga suatu hari, ketika saya sedang sibuk membersihkan lantai, suami
saya berkata : istriku, temani aku sejenak mendengar alunan musik!

Dengan mimik tidak senang saya berkata : apa tidak melihat masih ada
separoh lantai lagi yang belum di pel ?

Begitu kata-kata ini terlontar, saya pun termenung, kata-kata yang
sangat tidak asing di telinga, dalam perkawinan ayah dan ibu saya, ibu
juga kerap berkata begitu sama ayah.

Saya sedang mempertunjukkan kembali perkawinan ayah dan ibu, sekaligus
mengulang kembali ketidakbahagiaan dalam perkwinan mereka.

Ada beberapa kesadaran muncul dalam hati saya.

Yang kamu inginkan ?

Saya hentikan sejenak pekerjaan saya, lalu memandang suamiku, dan
teringat akan ayah saya...
Ia selalu tidak mendapatkan pasangan yang dia inginkan dalam
perkawinannya,

Waktu ibu menyikat panci lebih lama daripada menemaninya.

Terus menerus mengerjakan urusan rumah tangga, adalah cara ibu dalam
mempertahankan perkawinan, ia memberi ayah sebuah rumah yang bersih,
namun, jarang menemaninya, sibuk mengurus rumah, ia berusaha mencintai
ayah dengan caranya, dan cara ini adalah mengerjakan urusan rumah
tangga.

Dan aku, aku juga menggunakan caraku berusaha mencintai suamiku.

cara saya juga sama seperti ibu, perkawinan saya sepertinya tengah
melangkah ke dalam sebuah cerita, dua orang yang baik mengapa tidak
diiringi dengan perkawinan yang bahagia.

Kesadaran saya membuat saya membuat keputusan (pilihan) yang sama.

Saya hentikan sejenak pekerjaan saya, lalu duduk di sisi suami,
menemaninya mendengar musik, dan dari kejauhan, saat memandangi kain pel
di atas lantai seperti menatapi nasib ibu.

Saya bertanya pada suamiku : apa yang kau butuhkan ?

Aku membutuhkanmu untuk menemaniku mendengar musik, rumah kotor sedikit
tidak apa-apa-lah, nanti saya carikan pembantu untukmu, dengan begitu
kau bisa menemaniku! ujar suamiku.

Saya kira kamu perlu rumah yang bersih, ada yang memasak untukmu, ada
yang mencuci pakianmu.... dan saya mengatakan sekaligus serentetan hal-hal
yang dibutuhkannya.

Semua itu tidak penting-lah! ujar suamiku. Yang paling kuharapkan adalah
kau bisa lebih sering menemaniku.

Ternyata sia-sia semua pekerjaan yang saya lakukan, hasilnya benar- benar
membuat saya terkejut. Kami meneruskan menikamti kebutuhan masing-masing,
dan baru saya sadari
ternyata dia juga telah banyak melakukan pekerjaan yang sia-sia, kami
memiliki cara masing-masing bagaimana mencintai, namun, bukannya cara
pihak kedua.

Jalan kebahagiaan

Sejak itu, saya menderetkan sebuah daftar kebutuhan suami, dan
meletakkanya di atas meja buku, Begitu juga dengan suamiku, dia juga
menderetkan sebuah daftar
kebutuhanku.

Puluhan kebutuhan yang panjang lebar dan jelas, seperti misalnya, waktu
senggang menemani pihak kedua mendengar musik, saling memeluk kalau
sempat, setiap pagi memberi sentuhan selamat jalan bila berangkat.

Beberapa hal cukup mudah dilaksanakan, tapi ada juga yang cukup sulit,
misalnya dengarkan aku, jangan memberi komentar.

Ini adalah kebutuhan suami. Kalau saya memberinya usul, dia bilang akan
merasa dirinya akan tampak seperti orang bodoh.

Menurutku, ini benar-benar masalah gengsi laki-laki.

Saya juga meniru suami tidak memberikan usul, kecuali dia bertanya pada
saya, kalau tidak saya hanya boleh mendengar dengan serius, menurut sampai
tuntas, demikian juga ketika salah jalan.

Bagi saya ini benar-benar sebuah jalan yang sulit dipelajari, namun,
jauh lebih santai daripada mengepel, dan dalam kepuasan kebutuhan kami
ini, perkawinan yang kami jalani juga kian hari semakin penuh daya hidup.

Saat saya lelah, saya memilih beberapa hal yang gampang dikerjakan,
misalnya menyetel musik ringan, dan kalau lagi segar bugar merancang
perjalanan keluar kota .

Menariknya, pergi ke taman flora adalah hal bersama dan kebutuhan kami,
setiap ada pertikaian, selalu pergi ke taman flora, dan selalu bisa
menghibur gejolak hati masing-masing. Sebenarnya, kami saling mengenal
dan mencintai juga dikarenakan kesukaan
kami pada taman flora, lalu bersama kita menapak ke tirai merah
perkawinan, kembali ke taman bisa kembali ke dalam suasana hati yang
saling mencintai bertahun-tahun silam.

Bertanya pada pihak kedua : apa yang kau inginkan, kata-kata ini telah
menghidupkan sebuah jalan kebahagiaan lain dalam perkawinan. Keduanya
akhirnya melangkah ke jalan bahagia.

Kini, saya tahu kenapa perkawinan ayah ibu tidak bisa bahagia, mereka
terlalu bersikeras menggunakan cara sendiri dalam mencintai pihak kedua,
bukan mencintai pasangannya dengan cara pihak kedua..

Diri sendiri lelahnya setengah mati, namun, pihak kedua tidak dapat
merasakannya, akhirnya ketika menghadapi penantian perkawinan, hati ini
juga sudah kecewa dan hancur.

Karena Tuhan telah menciptakan perkawinan, maka menurut saya, setiap orang
pantas dan layak memiliki sebuah perkawinan yang bahagia, asalkan
cara yang kita pakai itu tepat, menjadi orang yang dibutuhkan pihak
kedua! Bukannya memberi atas keinginan kita sendiri, perkawinan yang baik,
pasti dapat diharapkan.



From: Forward e-mail --- Julie Ana

Selasa, November 25, 2008

The love of a father

The love of a father

Diambil dari sebuah kisah nyata di Amerika Serikat, dan sebuah kisah nyata dalam kehidupan kita.
Love suffers long and is kind; love does not envy; love does not parade itself, is not puffed up; does not behave rudely, does not seek its own, is not provoked, thinks no evil; does not rejoice in iniquity, but rejoices in the truth; bears all things, believes all things, hopes all things, endures all things..1 Corinthians 13:4-7 (NKJV)
Adalah seorang muda yang taat berdoa yang masih berpacaran dengan seorang gadis muda juga yang baik hati. Kedua orang ini adalah dua konglomerat kaya. Sebelumnya mereka pun selalu berdoa, 'Tuhan berikanlah aku pasangan yang menurut Engkau terbaik...' Setelah mereka menikah, keadaan berubah. Maksudnya, doanya berubah menjadi, 'Tuhan, berikanlah kami anak yang terbaik buat kami.' Tetapi setelah 7 tahun mereka menikah, mereka tidak mempunyai anak.
Setelah mereka berdoa dan berdoa, akhirnya mereka mempunyai anak. Dan keadaan, maksudnya doa mereka berubah lagi, 'Tuhan, biarlah anak ini menjadi anak yang terbaik bagi kami.' Dan benar, setelah 9 bulan istrinya mengandung,lalu lahirlah seorang anak bagi mereka. 'Anak laki-laki pak,' kata dokternya. Sang ayah langsung melonjak kegirangan.
Tetapi setelah 3 hari, sang dokter memanggil si ayah ke rumah sakit. Lalu si dokter berkata, 'Pak, dengan berat hati saya harus menyampaikan kabar buruk kepada anda.' Si ayah membalas, 'Kabar apapun, saya siap menerimanya,pak dokter. Saya siap menghadapi yang terburuk' 'Dan hal yang buruk itu adalah, bahwa putra anda tidak akan bertumbuh dengan normal seperti anak-anak yang lain,' jelas si dokter. 'Apa maksud bapak,' si ayah bertanya. Dokter melanjutkan, 'Putra anda menderita sesuatu kecacatan yang tidak dapat disembuhkan. Yaitu cacat mental yang serius.' Sang ayah lalu menitikan air mata dan berkata sambil berdoa, 'Tuhan, apapun yang Engkau berikan kepadaku, aku tahu semuanya baik dan Engkau tidak pernah mencelakakan anak-anakMu.'
But above all these things put on love, which is the bondof perfection. Colossians 3:14 (NKJV)
Sejak itu, kedua orang tua itu membeli ranjang bayi khusus anak mereka dan ditaruh di samping ranjang mereka berdua. Mereka selalu kesulitan untuk mengurus anak mereka tersebut,tetapi mereka menanggung semuanya itu. Beranjak keluar dari umur batita, mereka membuatkan kamar khusus untuk anak mereka tersebut. Anak itu menjadi anak yang sangat istimewa dan menjadi anak mereka satu-satunya. Mereka memberikannya segala yang dia mau dan dia perlukan. Mainan macam-macam, komputer, boneka, dan lain-lain. Dan jika si ayah selesai pulang kerja, ia selalu mengajak si anak bermain. Dengan mainan yang ada atau jika ayahnya membawa mainan yang baru untuk anaknya.
Setiap ayahnya pergi keluar misalkan untuk berpesta dengan rekan kerjanya atau teman-temannya yang sedang berbahagia, ia selalu membawa serta istri dan anaknya. Dan di depan rekan-rekan kerjanya atau teman-temannya, ia selalu membanggakan anaknya. 'Woi anak gw nih…gantengkan?' Selalu ia mengatakan demikian, karena ia tahu, anaknya ini adalah anugerah Allah yang terbesar dalam dirinya.. Dan ia sangat mengasihi anak ini, karena ini anaknya. Meskipun dia cacat.
Tetapi setelah anak itu bertumbuh makin dewasa, kecacatannya semakin kelihatan. Kemampuan komunikasinya kurang, jika terjemur matahari sebentar mulutnya akan keluar busa, dan jika sedang berbicara kadang air liurnya menetes. Tetapi meskipun begitu, kedua orang tua tetap sangat sangat menyayangi anak mereka yang cacat itu.
Suatu hari, pagi-pagi sekali anak cacat ini sudah bangun, sekitar pukul 4.30. Dalam pikirannya, 'Hari ini, aku pengen buat sarapan yang speeeeeesial buat papa.' Setelah doa pagi, ia pergi menuju dapur. Ia mengambil potong roti, lalu menaruhnya dalam oven, dan menyetel waktunya sampai 10 menit. Tentu saja hasilnya gosong. Setelah bunyi 'ting', maka anak cacat itu menaruhnya di atas sebuah piring. Lalu ia mengoleskan selai kacang keju yang (amat) sangat banyak, sambil berpikir, 'Harus kasih yang baaaaanyak buat papa, biar ueeeeenak rasanya'.
Setelah itu, ia berlari ke kulkas, lalu mengambil sebutir telur. Dan lalu memanaskan panci di atas kompor, lalu memecahkan telur tersebut dan menuangkan isinya ke dalam panci tersebut, dan langsung menaruhnya di atas piring yang lain, sambil berpikir, 'Kalo aku buatnya cepet, pasti papa seneng, karena gak perlu nunggu lama.' Dan lalu ia bergegas mengambil cangkir, dan mengambil toples kopi bubuk. Jika kita hanya membutuhkan 2 sendok teh, anak cacat ini memakai 5 sendok teh kopi bubuk, sambil berpikir, 'Kalau 2 sendok the saja sudah harum, apalagi 5, pasti papa suka.' Jadilah kopi yang terasa seperti kopi tua itu. Lalu si anak cacat ini mengambil nampan, lalu dengan hati-hati tanpa menimbulkan bunyi macam-macam, menaruh semua piring yang di atasnya ada roti gosong dan telur mentah dan cangkir kopi tua tersebut, dan menuju kamar ayahnya. Lalu ia membangunkan ayahnya, dan lalu berkata begini, 'Papa, bangun dong, aku udah buat sarapan yang spesiaaaaaaaal buat papa.' Lalu ayahnya bangun dan melihat dan menghirup aroma 'sedap' dari roti gosong, telur mentah dan kopi tua tersebut. 'Wah pasti enak nih.'
Sebelum si ayah melipat tangannya untuk berdoa, si anak berkata, 'Pa, kali ini aku doain makanan ini buat papa ya, ' kan biasanya papa yang doain. OK ya papa?' Sebelum ayahnya sempat mengangguk, si anak cacat ini sudah melanjutkan, 'Papa ikutin ya: Tuhan Yesus, terima kasih, atas makanan ini, yang telah Tuhan sediakan. Terima kasih Tuhan, amin.'
Lalu ayahnya mecoba roti gosong tersebut, dan setelah ayahnya mengunyah gigitan pertama, si anak cacat dengan polosnya bertanya, 'Enak kan pa?'
'Iya, enaaaak sekali,' lalu melanjutkan makan. Setelah roti tersebut habis, ia memakan telur mentah tersebut. Dan si anak bertanya, 'Telurnya enak kan pa? Aku yang masak semuanya loooo….' Si ayah berkata, 'Wah kamu yang masak? Enak sekali nak.' Lalu si ayah melanjutkan memakan telur mentah tersebut. Setelah semua makanan habis, ia mecoba kopi tua itu. Si anak bertanya lagi, 'Harum dan enak kan pa?' Si ayah tanpa expresi mual apapun, membalasnya, 'Pahit, tapi papa suka sekali.' Dan dengan lugunya si anak menjawab, 'Ya iya dong papa, kopi kan pahit…,' karena ia mengira ayahnya sedang bercanda.
Setelah semuanya habis, si ayah membelai kepala anaknya dan berkata 'Ray, kamu tau nggak…'
'Nggak paa,' potong si anak cacat tersebut. Lalu si ayah melanjutkan, 'Kalau semua masakan kamu, enaaaaak sekali.' Lalu si anak menjawab, 'Iya dong pa, kan aku yang masakin, spesiaaaaaal buat papa.' Lalu si ayah berkata lagi, 'Kamu tahu nggak kenapa papa senang hari ini?' Si anak sambil menggelengkan kepala, 'Nggak tau pa….' 'Karena hari ini kamu dah buat sarapan yang, spesiaaaaal buat papa.' Lalu si ayah melanjutkan, 'Ray, kamu tahu gak kenapa papa sayaaaaaaang sekali sama kamu?' Lalu dengan lugunya anak cacat ini menjawab, 'Nggak tahu pa…..' 'Karena kamu anak papa yang udah bikin papa, seneeeeeeeeeeeng banget.' 'Raymond juga, sayaaaaaaaaaang banget sama papa.' Lalu sambil menitikan air mata, ia memeluk anaknya yang cacat itu, dan berkata kepada anaknya, 'Terima kasih ya nak, karena telah memasakan sarapan roti, telur, dan kopi ini buat papa. Semuanya terasa, enaaaaak sekali.' Lalu si anak menjawab, 'Sama-sama papaah….' Dan si ayah lalu berdoa dalam hatinya, 'Tuhan terima kasih, karena Engkau sudah memberikan anak yang sangat sayang padaku…'
Anda tahu, siapakah anak cacat dan ayah tersebut? Kamulah, yang sedang membaca adalah anak yang cacat tersebut.. Seperti anak cacat itu memberikan kepada ayahnya, roti gosong, telur mentah dan kopi tua, juga kita, memberikan apa yang tidak sempurna dari kita untuk Tuhan. Roti gosong, telur mentah dan kopi tua, yang merupakan apa yang tidak sempurna dari kita misalnya, pujian, dan kehidupan kita, Tuhan terima semuanya dengan senang hati, karena Tuhan tahu, bahwa kita melakukannya dengan segenap hati kita yang tertuju pada Bapa di sorga, dan kita ingin melakukan yang terbaik untuk Bapa kita di sorga.

Ingat ini: Bapamu di sorga menyayangimu, apa adamu, apa yang ada padamu, apapun yang engkau berikan dengan segenap hatimu, merupakan sebuah persembahan yang harum. Karena Bapamu mengasihi kamu, sampai-sampai Ia sendiri mengirimkan Anak-Nya untuk turun ke dunia, untuk menebuskan dan mematahkan segala kutuk atas diri kita, dan untuk membayar lunas segala hutang dosa kita dan menebus dosa kita dari maut..

Ingat : Bapamu di sorga mengasihimu. You are all fair, my love, and there is no spot in you. Song of Solomon 4:7 (NKJV)



Kiriman dari teman

Senin, November 24, 2008

Kisah di Musim Dingin

Teman-teman, sering kali kita terlalu cepat menghakimi atau menghukum orang lain tanpa tahu fakta sebenarnya, hanya karena tidak sesuai dengan persepsi atau rencana kita sehingga justru lebih sering lagi kita menyakiti orang-orang yang kita cintai.

Kita memang perlu terus belajar sebelum terlambat, salah satunya dari kisah di bawah ini:

Kisah di musim dingin (true story, seperti temuat dalam Xia Wen Pao, 2007) Siu Lan, seorang janda miskin memiliki seorang putri kecil berumur 7 tahun, Lie Mei. Kemiskinan memaksanya untuk membuat sendiri kue-kue dan menjajakannya di pasar untuk biaya hidup berdua. Hidup penuh kekurangan membuat Lie Mei tidak pernah bermanja-manja pada ibunya, seperti anak kecil lain.

Suatu ketika dimusim dingin, saat selesai membuat kue, Siu Lan melihat keranjang penjaja kuenya sudah rusak berat. Dia berpesan agar Lie Mei menunggu di rumah karena dia akan membeli keranjang kue yang baru. Pulang dari membeli keranjang kue, Siu Lan menemukan pintu rumah tidak terkunci dan Lie Mei tidak ada di rumah. Marahlah Siu Lan.Putrinya benar-benar tidak tahu diri, sudah hidup susah masih juga pergi bermain dengan teman-temannya. Lie Mei tidak menunggu rumah seperti pesannya.

Siu Lan menyusun kue kedalam keranjang, dan pergi keluar rumah untuk menjajakannya. Dinginnya salju yang memenuhi jalan tidak menyurutkan niatnya untuk menjual kue. Bagaimana lagi ? Mereka harus dapat uang untuk makan. Sebagai hukuman bagi Lie Mei, putrinya, pintu rumah dikunci Siu Lan dari luar agar Lie Mei tidak bisa pulang. Putri kecil itu harus diberi pelajaran, pikirnya geram. Lie Mei sudah berani kurang ajar.

Sepulang menjajakan kue, Siu Lan menemukan Lie Mei, gadis kecil itu tergeletak di depan pintu. Siu Lan berlari memeluk Lie Mei yang membeku dan sudah tidak bernyawa. Siu Lan berteriak membelah kebekuan salju dan menangis meraung-raung, tapi Lie Mei tetap tidak bergerak. Dengan segera, Siu Lan membopong Lie Mei masuk ke rumah.

Siu Lan menggoncang- goncangkan tubuh beku putri kecilnya sambil meneriakkan nama Lie Mei. Tiba-tiba jatuh sebuah bungkusan kecil dari tangan Lie Mei. Siu Lan mengambil bungkusan kecil itu, dia membukanya. Isinya sebungkus kecil biskuit yang dibungkus kertas usang. Siu Lan mengenali tulisan pada kertas usang itu adalah tulisan Lie Mei yang masih berantakan namun tetap terbaca *,"Hi..hi..hi. . mama pasti lupa. Ini hari istimewa buat mama. Aku membelikan biskuit kecil ini untuk hadiah. Uangku tidak cukup untuk membeli biskuit ukuran besar. Hi…hi…hi.. mama selamat ulang tahun."*

------------ -------
Ingatlah, jangan terlalu cepat menilai seseorang berdasarkan persepsi kita, karena persepsi kita belum tentu benar adanya.
Take time to THINK. It is the source of power
Take time to READ. It is the foundation of wisdom
Take time to be QUIET. It is the opportunity to seek God
Take time to DREAM. It is what the future is made of
Take time to PRAY. It is the greatest power on earth....... .

The ESQ book



feed dari Yuliana

Kamis, November 13, 2008

Doa Untuk Cinta

Tuhan Yesus,
Saat aku MENYUKAI seorang TEMAN
Ingatkanlah aku bahwa akan ada sebuah AKHIR
Sehingga aku tetap bersama YANG TAK PERNAH BERAKHIR

Tuhan Yesus,
Ketika aku MERINDUKAN seorang KEKASIH
RINDUkanlah aku kepada dia yang RINDU CINTA SEJATIMU
Agar keRINDUanku terhadap-Mu semakin BERTAMBAH

Tuhan Yesus,
Jika aku hendak MENCINTAI seseorang
Temukanlah aku dengan orang yang MENCINTAIMU
Agar bertambah KUAT CINTAKU padaMU

Tuhan Yesus,
Ketika aku sedang JATUH CINTA
Jagalah CINTA itu
Agar tidak meLEBIHi cintaku PADAMU

Tuhan Yesus,
Ketika aku berucap AKU JUGA CINTA PADAMU
Biarlah kukatakan kepada yang HATINYA TERPAUT padaMU
Agar aku TAK JATUH dalam CINTA yang bukan KARENAMU

Tuhan Yesus,
Ketika aku berirkrar AKU AKAN SETIA sampai maut memisahkan

Biarlah kuNYATAkan kepada dia yang MENGGENAPKAN visiMu atas hidupku

MENCINTAI seseorang BUKANLAH APA-APA
DICINTAI seseorang adalah SESUATU
DICINTAI oleh orang yang KAU CINTAI sangatlah BERARTI

Tapi lebih dari yang itu ingatlah..
DICINTAI oleh SANG PENCIPTA adalah SEGALANYA

Miliki kerinduan untuk MENCINTAI YESUS lebih
Dari SEGALA yang ada padamu
TETAP SETIA sampai pada akhirnya

Aku .. Untuk.. Kamu

E-mail From My Friend: Eni Eko Dasaningsih

Siapa Yang Salah??

Siapa Yang Salah??

Manusia di dalam pribadi yang utuh memiliki pikiran, perasaan dan kehendak. Semuanya itu merupakan satu kesatuan yang harus seimbang di dalam pribadi seseorang. Apabila salah satu dari ketiga elemen tersebut tidak memiliki keseimbangan yang mantap dan saling menopang, maka akan terjadi yang kedisharmonisan dalam pribadi tersebut.
Ada seorang anak yang terlibat dalam kenakalan remaja. Dia harus mendekam di dalam penjara anak nakal karena perbuatannya yang dianggap merugikan banyak orang. Di satu sisi orang melihatnya sebagai “pribadi” anak yang nakal. Namun jika ditelusuri secara teliti di dalam pribadi anak itu tidak memiliki keseimbangan yang mantap antara pikiran, perasaan dan kehendak.
Sejak dari kecil di dalam kehidupan orang tuanya (papa dan mamanya) dia tidak melihat suatu contoh yang baik untuk diteladani. Secara materi memang dia berlebih, namun secara psikis tidak mendapat keutuhan yang sempurna sebagaimana yang seharusnya didapatkan oleh seorang anak di masa kecil.
Belaian dan sapaan yang tulus merupakan salah satu bagian dari penerimaan orang tua yang anak dapatkan. Anak melihat orang tua sebagai GURU yang dapat digugu dan ditiru (dipercaya dan diteladani). Orang tua harus secara langsung menjadi “KURIKULUM” yang tepat dan benar bagi anak. Kenyataan yang ada, perhatian, kasih sayang dan penerimaan yang tepat dan tulus dari orang tua dirasakan secara mendalam dalam kehidupan pribadi seorang anak. Hal itulah yang dapat membuat pikiran, perasaan dan kehendak anak memiliki keseimbangan yang mantap, tidak goyah dan tidak mudah terombang-ambing dengan suatu kebiasaan yang buruk yang ada di sekitarnya.
Apabila dalam pribadi anak memiliki keseimbangan yang mantap dari ketiga elemen ini, niscaya dia akan memiliki kehidupan yang mantap untuk dijalani, dan orang tua dapat dikatakan sudah menimba keberhasilan 50% dalam membina anak menjadi pribadi yang matang dan dewasa. Bukan dewasa secara usia namun lebih lagi secara psikis.
Dari kisah anak di atas, orang tua tidak menjadi “KURIKULUM” yang tepat dan benar sehingga di dalam diri anak tersebut tidak memiliki tempat untuk berpijak pada jalan yang benar. Pikiran, perasaan, dan kehendaknya tidak memiliki keseimbangan sehingga ketika beban pikiran dan perasaan memuncak dia melakukan kehendaknya secara tidak tepat, terjerumus ke dalam kenakalan remaja, dan harus berakhir di penjara anak-anak nakal.
Pertanyaannya... Siapa yang salah... orang tua atau anak???

Selasa, Oktober 28, 2008

Kenapa Harus Terus Seperti Ini

Kenapa Harus Seperti Ini

Ini merupakan kenyataan yang ada di kota Tanjung Balai. Suatu kebiasaan yang akhirnya menjadi karakter yang salah dan yang berujung kepada tabiat yang salah. Beginilah ceritanya: 

Kami baru pertama kali berdomisili di kota ini. Kota yang tidak begitu ramai namun memiliki beragam etnis yang tinggal di dalamnya.

Pada suatu saat anak kami sakit dan kami membawanya ke dokter anak di kota Tanjung Balai (kami tidak mencantumkan nama). Setelah memeriksa anak kami, isteri saya meminta membuatkan kuitansi, dan seketika itu juga dokter mengatakan mau diisi berapa rupiah... isteri saya mengatakan ya semua biaya yang tadi dokter katakan Rp. 50.000,-, namun dokter tersebut mengatakan,"Tidak mau ditulis lebih"... ini merupakan kejadian pertama. Dan ada dua kejadian yang sama yang meminta isteri saya untuk menyatakan sejumlah rupiah yang lebih banyak dari harga barang yang ada. Tentu saja isteri saya tidak mau melakukannya dengan mengatakan bahwa kita harus melakukan segala sesuatu dengan jujur, tidak boleh korup... dari ketiga kejadian yang ada tersebut... isteri saya mendapat senyuman sinis dari orang-orang yang mendengar pernyataannya... 

Apakah benar kata kebanyakan orang, Indonesia adalah bangsa yang suka korupsi? Dari hal tersebut di atas sepertinya benar. Orang membiasakan diri untuk hidup dalam kecurangan, yang berakibat fatal kepada dirinya, yang menyebabkan dirinya kebal terhadap sesuatu yang baik dan benar... 

Kapan bangsa ini bisa bebas dari hal-hal yang merugikan orang lain demi menguntungkan diri sendiri walaupun dengan cara yang tidak benar... Kenapa harus seperti ini?? Niscaya, apabila hal ini tidak pernah habis maka Indonesia sulit untuk mencapai kemajuan secara optimal.

Kamis, September 25, 2008

Katakan Terima Kasih

Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.

Anda tentu masih ingat tentang frase `tidak tahu terimakasih' . Sebuah 
sebutan yang biasa kita gunakan untuk menggambarkan mereka yang 
melupakan orang-orang yang telah berjasa kepadanya. Tentu, ini bukan 
karena mereka tidak tahu bahwa seharusnya mereka berterimakasih, 
tapi; egonya terlampau besar untuk bisa mengakui hal itu. Lagi pula, 
mengapa harus berterimakasih jika hal itu justru akan menunjukkan 
seolah-olah kerberhasilan yang selama ini kita raih itu bukan dari 
hasil usaha kita sendiri. Padahal, sesungguhnya yang namanya `hasil 
usaha sendiri' itu tidak ada. Hanya gara-gara anda membeli sendiri 
sayur ke pasar. Lalu mencuci. Dan kemudian memasaknya hingga matang. 
Anda tidak bisa serta merta menganggap bahwa anda menyediakan makanan 
itu sendiri. Memangnya, siapa yang bersedia belumur lumpur untuk 
menanam benih sayuran itu ketika masih berupa biji-bijian. Siapa yang 
bersedia membebani pundaknya membawa sayuran itu dari tengah sawah 
menuju kepasar didekat rumah? Dan siapa yang sudah memeras keringat 
memasangkan saluran air untuk mencucinya dipancuran keran air rumah 
kita?

Seorang sahabat bercerita tentang temannya dimasa lalu. Disaat 
segalanya masih serba alakardarnya, konon dialah yang memberikan 
bantuan ini dan itu kepada sang sahabat. Bahkan, ketika sahabatnya 
tidak memiliki sedikitpun makanan untuk disantap; dialah yang 
bersedia berbagi bekal untuk dinikmati bersama-sama. Ketika 
sahabatnya tengah sakit, dialah yang membawanya kedokter dan 
membelikan obat. Bertahun-tahun kemudian, sahabatnya sudah menjadi 
orang sukses. Jauh lebih sukses dari dirinya. Ketika baru-baru ini 
mereka kembali saling jumpa, segalanya sudah sangat berbeda. 
Kejadiannya agak kurang menyenangkan sehingga dia berkata dalam 
hatinya;'haruskah aku mengingatkannya tentang kebaikan-kebaikanku 
dimasa lalu?" Saya bertanya; `untuk apa?' Dia berkata;"Untuk 
mengingatkan bahwa dia tidak akan pernah jadi orang kalau dulu tidak 
ada yang menolongnya! " Matanya melotot; "Dan itu adalah AKU!" 
lanjutnya.

Semakin kita menyadari bahwa kita ini tidak bisa hidup sendiri, 
selayaknya semakin kita sadari bahwa diluar diri kita, begitu banyak 
peran yang dimainkan oleh orang lain. Ada peran orang lain dalam 
sukses kita. Ada peran orang lain dalam sehat kita. Ada peran orang 
lain, dalam segala kenikmatan hidup kita. Tapi, kadang kita lupa akan 
semuanya itu. Kita masih suka mengira bahwa meskipun kita ini mahluk 
sosial. Mahluk yang hanya bisa meraih kesempurnaan hidup jika dan 
hanya jika berinteraksi dan saling mengisi dengan orang lain. Namun, 
kita suka berkata;"ini adalah hasil kerja keras dan jerih payah 
gue!" Kita lupa, bahwa ada kontribusi orang lain ketika 'sang gue' 
bekerja keras dan berjerih payah. Seorang atasan yang sukses, lupa 
bahwa kesuksesannya sangat ditentukan oleh kontribusi para bawahan. 
Seorang bawahan yang sukses, berkata; "Lihatlah, tanpa atasan gue, 
gue bisa berhasil juga." Kita, kadang-kadang mengingkari 
kemahluksosialan kita sendiri. 

Kata terimakasih memiliki dimensi vertical, juga horizontal. Secara 
horizontal, dia merupakan mantra yang paling ampuh untuk menarik 
energi positif mendekat kearah kita. Ketika kita mengucapkan 
terimakasih kepada orang yang telah berbuat kebaikan kepada kita 
misalnya; maka energi yang keluar dari kata terimakasih itu 
memberikan vibrasi positif yang membangkitkan kenikmatan disekujur 
tubuh orang yang ditujunya. Tepat disaat mendengar ucapan 
terimakasih dari kita; dia merasa bahagia. Dan perasaan bahagia itu 
menghubungkannya dengan penemuan bahwa; ternyata berbuat baik kepada 
orang lain itu rasanya membahagiakan. 

Itulah sebabnya mengapa orang yang telah berbuat kebaikan secara 
tulus. Lalu, diberi ucapan terimakasih secara tulus pula cenderung 
untuk melakukan kebaikan yang lebih banyak. Dan hal ini merupakan 
satu pertanda lain bahwa kebaikan itu menimbulkan ketagihan. Artinya, 
orang-orang yang sudah merasakan betapa indahnya berbuat kebajikan 
cenderung untuk mencari keindahan lain dengan cara berbuat kebajikan 
lain. Semakin indah. Semakin nikmat. Semakin bersemangat. Sehingga, 
kebaikan terus meluncur dari jemari tangannya. Laksana mata air yang 
tidak pernah kering.

Jika kita ingat bahwa Tuhan memberikan pahala kepada orang yang 
berbuat baik, maka pastilah kita ingat pula bahwa semakin banyak kita 
berbuat baik, semakin banyak pula pahala yang Tuhan berikan. Jadi, 
jika kita semakin bersemangat untuk berbuat kebaikan karena orang 
berterimakasih pada kita, sesungguhnya yang diuntungkan adalah kita. 
Sebab, dengan ucapan terimakasih orang itulah kita akhirnya berbuat 
kebaikan lain. Dan mendapatkan pahala lain dari Tuhan. Jadi, jika 
kita yang untung gara-gara termotivasi oleh orang yang mengucap 
terimakasih kepada kita; siapa sesungguhnya yang paling berjasa 
diantara kita? Siapa yang paling pantas untuk berucap terimakasih? 
Mereka yang yang kita tolong? Ataukah kita yang menjadi semakin 
terdorong? Jangan-jangan, kitalah yang harus berterimakasih itu….

Secara vertical, kata terimakasih memiliki makna yang khusus pula. 
Lagipula, bukankah memang sudah sepantasnya kita berterimakasih 
kepada Tuhan? Sebab tidak ada satupun peristiwa yang terkait dengan 
kita tanpa campur tangan Tuhan. Telinga kita, mata kita, tangan kita, 
jiwa, bahkan hidup kita seluruhnya adalah bukti nyata bahwa 
terimakasih kita kepada Tuhan bisa menjadi tiada berbatas. Makanya, 
pantaslah jika Dia berkata: "Jika engkau menghitung-hitung nikmatKu, 
maka pastilah engkau tidak bisa menghitungnya. " Sampai disini, 
kalimat itu masih tidak bisa dibantah. Sebab, memang nikmat Tuhan itu 
begitu melimpah. Sehingga kita tidak mungkin menghitung dan 
menginventarisirnya satu demi satu. Lagipula, mengapa kita harus 
menghitungya? Lebih baik mensyukurinya saja. Sebab, konon, Tuhan juga 
mengatakan bahwa; "Sesungguhnya, jika kamu bersyukur; maka Aku akan 
menambahkan kenikmatan yang disyukuri itu berkali-kali lipat....."

Hore,
Hari Baru!
Dadang Kadarusman
http://dkadarusman. blogspot. com/
http://www.dadangka darusman. com/ 

Catatan Kaki: 
Kadang kita mengharapkan orang lain mengucapkan terimakasih kepada 
kebaikan-kebaikan yang kita lakukan untuk mereka. Namun, kita sering 
lupa bahwa kitalah yang sesungguhnya harus berterimakasih atas 
kesediaan mereka menerima apa yang kita lakukan untuk mereka.

Biarkan Mengalir Seperti Air

Biarkan Mengalir Seperti Air

 

Seorang pria mendatangi seorang Guru. 

Katanya, "Guru, saya sudah bosan hidup. Benar-benar jenuh. 

Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. 
Apapun yang saya lakukan selalu gagal. Saya ingin mati." 

 

Sang Guru tersenyum, "Oh, kamu sakit." 

"Tidak Guru, saya tidak sakit. Saya sehat. 

Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati." 

 

Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Guru meneruskan, "Kamu sakit. 
Dan penyakitmu itu bernama, 'Alergi Hidup'. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan." 

Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. 

Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan. 


Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan ini mengalir terus, 

tetapi kita menginginkan keadaan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir.  

Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit. 
Penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit. 

Usaha, pasti ada pasang-surutnya. Dalam berumah-tangga, pertengkaran kecil itu memang wajar. 

Persahabatan pun tidak selalu langgeng. Apa sih yang abadi dalam hidup ini? 

Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. 

Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita. 

 

"Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu benar-benar bertekad ingin sembuh 

dan bersedia mengikuti petunjukku." kata sang Guru. 

"Tidak Guru, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin hidup." 

Pria itu menolak tawaran sang Guru. 

"Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?" 

"Ya, memang saya sudah bosan hidup." 

"Baiklah. Kalau begitu besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini. 
Malam nanti, minumlah separuh isi botol ini. Sedangkan separuh sisasnya kau minum besok sore jam enam. 

Maka esok jam delapan malam kau akan mati dengan tenang." 

 

Kini, giliran pria itu menjadi bingung. 

Sebelumnya, semua Guru yang ia datangi selalu berupaya untuk 

memberikan semangat hidup. Namun, Guru yang satu ini aneh. 

Alih-alih memberi semangat hidup, malah menawarkan racun. 
Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati. 

 

Setibanya di rumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun 

yang disebut "obat" oleh sang Guru tadi. 

Lalu, ia merasakan ketenangan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. 

Begitu rileks, begitu santai! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. 

Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah. 

 

Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran Jepang. 

Sesuatu yang tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. 
Ini adlaah malam terakhirnya. Ia ingin meninggalkan kenangan manis. 

Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya amat harmonis. 

Sebelum tidur, ia mencium bibir istrinya dan berbisik, 

"Sayang, aku mencintaimu." Sekali lagi, karena malam itu adalah malam terakhir, 

ia ingin meninggalkan kenangan manis! 

 

Esoknya, sehabis bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. 
Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. 

Setengah jam kemudian ia kembali ke rumah, ia menemukan istrinya masih tertidur. 

Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir kopi. 

Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. 

Karena pagi itu adalah pagi terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! 

Sang istripun merasa aneh sekali,  

"Sayang, apa yang terjadi hari ini? Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku, sayang." 

 

Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. 

Stafnya pun bingung, "Hari ini, Bos kita kok aneh ya?" 

Dan sikap mereka pun langsung berubah. 

Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, 
ia ingin meninggalkan kenangan manis! 

Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah.  

Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan menghargai terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. 

Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya. 

 

Pulang ke rumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan. 

Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya, 


"Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu." 

Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, "Ayah, maafkan kami semua. 
Selama ini, ayah selalu tertekan karena perilaku kami." 

 

Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah. 

Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. 

Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya? 

 

Ia mendatangi sang Guru lagi. Melihat wajah pria itu, rupanya sang Guru 
langsung mengetahui apa yang telah terjadi, 

"Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah sembuh. 

Apabila kau hidup dalam kekinian, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut 

dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan.  

Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. 

Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. 

Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. 
Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan." 

 

Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Guru, 

lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. 

Konon, ia masih mengalir terus. Ia tidak pernah lupa hidup dalam kekinian. 

Itulah sebabnya, ia selalu bahagia, selalu tenang, selalu HIDUP! 

Have a positive day!

From: "'Ida arimurti'"

Kasih Yang Menyentuh

Ini saya dapat dari email sebelah, sangat menyentuh dan baik untuk direnungkan.
 
wass.
 
Bintarto
 
Kisah di bawah ini adalah kisah yang saya dapat dari milis alumni Jerman, atau warga Indonesia yg bermukim atau pernah bermukim di sana . Demikian layak untuk dibaca beberapa menit, dan direnungkan seumur hidup.

 

Saya adalah ibu dari tiga orang anak dan baru saja menyelesaikan kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi. Sang Dosen sangat inspiratif, dengan kualitas yang saya harapkan setiap orang memilikinya.

Tugas terakhir yang diberikan ke para siswanya diberi nama "Smiling." Seluruh siswa diminta untuk pergi ke luar dan memberikan senyumnya kepada tiga orang asing yang ditemuinya dan mendokumentasikan reaksi mereka. Setelah itu setiap siswa diminta untuk mempresentasikan didepan kelas. Saya adalah seorang yang periang, mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang. Jadi, saya pikir,tugas ini sangatlah mudah.

Setelah menerima tugas tsb, saya bergegas menemui suami saya dan anak bungsu saya yang menunggu di taman di halaman kampus, untuk pergi kerestoran McDonald's yang berada di sekitar kampus. Pagi itu udaranya sangat dingin dan kering. Sewaktu suami saya akan masuk dalam antrian, saya menyela dan meminta agar dia saja yang menemani si Bungsu sambil mencari tempat duduk yang masih kosong.

Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk dilayani, mendadak setiap orang di sekitar kami bergerak menyingkir, dan bahkan orang yang semula antri dibelakang saya ikut menyingkir keluar dari antrian.

Suatu perasaan panik menguasai diri saya, ketika berbalik dan melihat mengapa mereka semua pada menyingkir ? Saat berbalik itulah saya membaui suatu "bau badan kotor" yang cukup menyengat, ternyata tepat di belakang saya berdiri dua orang lelaki tunawisma yang sangat dekil! Saya bingung, dan tidak mampu bergerak sama sekali.

Ketika saya menunduk, tanpa sengaja mata saya menatap laki-laki yang lebih pendek, yang berdiri lebih dekat dengan saya, dan ia sedang "tersenyum" kearah saya.
Lelaki ini bermata biru, sorot matanya tajam, tapi juga memancarkan kasih sayang. Ia menatap kearah saya, seolah ia meminta agar saya dapat menerima 'kehadirannya' ditempat itu.

Ia menyapa "Good day!" sambil tetap tersenyum dan sembari menghitung beberapa koin yang disiapkan untuk membayar makanan yang akan dipesan. Secara spontan saya membalas senyumnya, dan seketika teringat oleh saya 'tugas' yang diberikan oleh dosen saya. Lelaki kedua sedang memainkan tangannya dengan gerakan aneh berdiri di belakang temannya. Saya segera menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi mental, dan lelaki dengan mata biru itu adalah "penolong"nya. Saya merasa sangat prihatin setelah mengetahui bahwa ternyata dalam antrian itu kini hanya tinggal saya bersama mereka,dan kami bertiga tiba2 saja sudah sampai didepan counter.

Ketika wanita muda di counter menanyakan kepada saya apa yang ingin saya pesan, saya persilahkan kedua lelaki ini untuk memesan duluan. Lelaki bermata biru segera memesan "Kopi saja, satu cangkir Nona." Ternyata dari koin yang terkumpul hanya itulah yang mampu dibeli oleh mereka (sudah menjadi aturan direstoran disini, jika ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh, maka orang harus membeli sesuatu). Dan tampaknya kedua orang ini hanya ingin menghangatkan badan.


Tiba2 saja saya diserang oleh rasa iba yang membuat saya sempat terpaku beberapa saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka mencari tempat duduk yang jauh terpisah dari tamu2 lainnya, yang hampir semuanya sedang mengamati mereka. Pada saat yang bersamaan, saya baru menyadari bahwa saat itu semua mata di restoran itu juga sedang tertuju ke diri saya, dan pasti juga melihat semua 'tindakan' saya.

Saya baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa saya untuk ketiga kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan. Saya tersenyum dan minta diberikan dua paket makan pagi (diluar pesanan saya) dalam nampan terpisah.

Setelah membayar semua pesanan, saya minta bantuan petugas lain yang ada di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke meja/tempat duduk suami dan anak saya. Sementara saya membawa nampan lainnya berjalan melingkari sudut kearah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu untuk beristirahat. Saya letakkan nampan berisi makanan itu di atas mejanya, dan meletakkan tangan saya di atas punggung telapak tangan dingin lelaki bemata biru itu, sambil saya berucap "makanan ini telah saya pesan untuk kalian berdua."

Kembali mata biru itu menatap dalam ke arah saya, kini mata itu mulai basah ber-kaca2 dan dia hanya mampu berkata "Terima kasih banyak, nyonya."
Saya mencoba tetap menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya berkata "Sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk kalian, Tuhan juga berada di sekitar sini dan telah membisikkan sesuatu ketelinga saya untuk menyampaikan makanan ini kepada kalian."

Mendengar ucapan saya, si Mata Biru tidak kuasa menahan haru dan memeluk lelaki kedua sambil terisak-isak. Saat itu ingin sekali saya merengkuh kedua lelaki itu.

Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya berjalan meninggalkan mereka dan bergabung dengan suami dan anak saya, yang tidak jauh dari tempat duduk mereka. Ketika saya duduk suami saya mencoba meredakan tangis saya sambil tersenyum dan berkata "Sekarang saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan dirimu menjadi istriku, yang pasti, untuk memberikan 'keteduhan' bagi diriku dan anak-2ku! " Kami saling berpegangan tangan beberapa saat dan saat itu kami benar2 bersyukur dan menyadari,bahwa hanya karena 'bisikanNYA' lah kami telah mampu memanfaatkan 'kesempatan' untuk dapat berbuat sesuatu bagi orang lain yang sedang sangat membutuhkan.

Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu yang akan meninggalkan restoran dan disusul oleh beberapa tamu lainnya, mereka satu persatu menghampiri meja kami, untuk sekedar ingin 'berjabat tangan' dengan kami.

Salah satu diantaranya, seorang bapak, memegangi tangan saya, dan berucap "Tanganmu ini telah memberikan pelajaran yang mahal bagi kami semua yang berada disini, jika suatu saat saya diberi kesempatan olehNYA, saya akan lakukan seperti yang telah kamu contohkan tadi kepada kami."

Saya hanya bisa berucap "terimakasih" sambil tersenyum. Sebelum beranjak meninggalkan restoran saya sempatkan untuk melihat kearah kedua lelaki itu, dan seolah ada 'magnit' yang menghubungkan bathin kami, mereka langsung menoleh kearah kami sambil tersenyum, lalu melambai-2kan tangannya kearah kami. Dalam perjalanan pulang saya merenungkan kembali apa yang telah saya lakukan terhadap kedua orang tunawisma tadi, itu benar2 'tindakan' yang tidak pernah terpikir oleh saya. Pengalaman hari itu menunjukkan kepada saya betapa 'kasih sayang' Tuhan itu sangat HANGAT dan INDAH sekali!

Saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah dengan 'cerita' ini ditangan saya. Saya menyerahkan 'paper' saya kepada dosen saya. Dan keesokan harinya, sebelum memulai kuliahnya saya dipanggil dosen saya ke depan kelas, ia melihat kepada saya dan berkata, "Bolehkah saya membagikan ceritamu ini kepada yang lain?" dengan senang hati saya mengiyakan. Ketika akan memulai kuliahnya dia meminta perhatian dari kelas untuk membacakan paper saya. Ia mulai membaca, para siswapun mendengarkan dengan seksama cerita sang dosen, dan ruangan kuliah menjadi sunyi. Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam membawakan ceritanya, membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah itu seolah ikut melihat bagaimana sesungguhnya kejadian itu berlangsung, sehingga para siswi yang duduk di deretan belakang didekat saya diantaranya datang memeluk saya untuk mengungkapkan perasaan harunya.

Diakhir pembacaan paper tersebut, sang dosen sengaja menutup ceritanya dengan mengutip salah satu kalimat yang saya tulis diakhir paper saya .

"Tersenyumlah dengan 'HATImu', dan kau akan mengetahui betapa 'dahsyat' dampak yang ditimbulkan oleh senyummu itu."

Dengan caraNYA sendiri, Tuhan telah 'menggunakan' diri saya untuk menyentuh orang-orang yang ada di McDonald's, suamiku, anakku, guruku, dan setiap siswa yang menghadiri kuliah di malam terakhir saya sebagai mahasiswi. Saya lulus dengan 1 pelajaran terbesar yang tidak pernah saya dapatkan di bangku kuliah manapun, yaitu: "PENERIMAAN TANPA SYARAT."

Banyak cerita tentang kasih sayang yang ditulis untuk bisa diresapi oleh para pembacanya, namun bagi siapa saja yang sempat membaca dan memaknai cerita ini diharapkan dapat mengambil pelajaran bagaimana cara MENCINTAI SESAMA, DENGAN MEMANFAATKAN SEDIKIT HARTA-BENDA YANG KITA MILIKI, dan bukannya MENCINTAI HARTA-BENDA YANG BUKAN MILIK KITA, DENGAN MEMANFAATKAN SESAMA!

Jika anda berpikir bahwa cerita ini telah menyentuh hati anda, teruskan cerita ini kepada orang2 terdekat anda. Disini ada 'malaikat' yang akan menyertai anda, agar setidaknya orang yang membaca cerita ini akan tergerak hatinya untuk bisa berbuat sesuatu (sekecil apapun) bagi sesama yang sedang membutuhkan uluran tangannya!

Orang bijak mengatakan: Banyak orang yang datang dan pergi dari kehidupanmu, tetapi hanya 'sahabat yang bijak' yang akan meninggalkan JEJAK di dalam hatimu.
Untuk berinteraksi dengan dirimu, gunakan nalarmu. Tetapi untuk berinteraksi dengan orang lain, gunakan HATImu! Orang yang kehilangan uang, akan kehilangan banyak, orang yang kehilangan teman, akan kehilangan lebih banyak! Tapi orang yang kehilangan keyakinan, akan kehilangan semuanya! Tuhan menjamin akan memberikan kepada setiap hewan makanan bagi mereka, tetapi DIA tidak melemparkan makanan itu ke dalam sarang mereka, hewan itu tetap harus BERIKHTIAR untuk bisa mendapatkannya.

Orang-orang muda yang 'cantik' adalah hasil kerja alam, tetapi orang-orang tua yang 'cantik' adalah hasil karya seni. Belajarlah dari PENGALAMAN MEREKA, karena engkau tidak dapat hidup cukup lama untuk bisa mendapatkan semua itu dari pengalaman dirimu sendiri

 From: "Wahyono Bintarto"

Take Care

Dear friends/Para teman yang baik


Please take care. Precaution is always better than cure

If you receive a phone call on your mobile from any person saying that they
are checking your mobile line, and you have to press #90 or #09 or any
other number. End this call immediately without pressing any numbers.
Friends there is a fraud company using a device that once you press #90 or
#09 they can access your SIM card and make calls at your expense. Forward
this message to as many friends as u can, to stop it. This information has
been confirmed by both Motorola and Nokia. There are over 3 million
affected mobile phones. You can check this news at CNN web site also. Plz
circulate URGENTLY.

(from: "K Setiabudi" )
 

Waktu Tuhan Itu Indah

Waktu Tuhan Itu Indah

 Hidup adalah keadaan di mana setiap orang harus menjalaninya di dalam berbagai kondisi dan situasi, yang mana semua kejadian yang terjadi mengajar setiap pribadi untuk semakin dewasa dalam menghadapinya. Berbagai rasa dan asa dalam suka maupun duka akan terasa indah bila dijalani dengan kesadaran dan usaha yang mantap untuk memenangkan setiap perkara yang terjadi.
 Ini merupakan kisah nyata dari kehidupan di dunia ini. Adalah seorang anak kelas 4 SD dijanjikan oleh papanya sesuatu yang sangat diinginkannya. Dia menantikan waktu yang telah ditetapkan oleh papanya untuk memberikan hadiah itu kepadanya. Ketika tiba waktu yang ditentukan anak ini mencari papanya untuk mendapatkan apa yang telah dijanjikan oleh papanya tersebut. Namun kenyataan yang ada dia tidak dapat apa yang dia impikan. Papanya hari itu pergi ke rumah temannya yang tidak jauh jaraknya dari rumah. Anak ini nekad pergi mencari papanya dengan harapan papanya pulang dan memberikan hadiah itu kepadanya. 
Sesampainya di sana dia langsung meminta papanya pulang dengan cara merengek-rengek di halaman rumah teman papanya. Papanya datang menemuinya dan mengatakan, “Jangan berbuat itu, papa sebentar lagi pulang dan memberikan apa yang papa janjikan kepadamu. Sekarang kamu pulang lebih dulu dan tunggu papa di rumah.” Namun anak ini bukannya mendengar apa yang dikatakan papanya, malah dia semakin menambah tindakan yang membuat papanya menahan malu terhadap temannya. Akhirnya papanya berpamitan kepada temannya dan membawa anaknya pulang bersama dengannya. Anak ini senang karena pikirnya sesampainya di rumah dia akan mendapatkan hadiah yang dijanjikan papanya kepadanya. Namun apa yang terjadi, papanya bukan memberikan hadiah itu kepadanya melainkan papanya mengganjar dia dengan memberikan libasan dari beberapa batang lidi di punggungnya yang meninggalkan bekas luka di punggungnya. 
Kejadian itu sangat menyakitkan baginya tetapi hal itu terlebih lagi sangat menyakitkan bagi papanya yang telah melibasnya. Beberapa hari setelah kejadian itu papanya minta maaf kepadanya dan memberikan hadiah yang kepadanya, anak ini menerima hadiah itu namun dia berpura-pura memaafkan papanya. Di dalam hatinya terdapat dendam yang membara untuk membalaskannya kepada papanya.
Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan dan tahun demi tahun dia menyimpan dendam kepada papanya. Dia melalukan tindakan yang berlawanan dengan apa yang telah diajarkan papanya. Dia berani bicara kotor, bergaul dengan pergaulan yang tidak baik, membaca bacaan yang tidak layak untuk dibaca, melihat film-film yang seharusnya tidak dia lihat. Di dalam rumah dia seperti anak yang baik, tetapi di luar rumah dia hidup tidak senonoh. Hal itu dilakukannya sebagai pelarian dari masalahnya dengan papanya. Anak ini berniat membunuh papanya dengan cara yang kejam kelak ketika dia duduk di bangku SMA.
Waktu yang ditunggunya tiba. Saat lulus SMP dia senang karena cita-citanya untuk membunuh papanya akan segera tercapai. Ketika dia duduk di bangku SMA niatnya semakin bulat, tinggal tunggu waktu yang tepat. Beberapa bulan setelah dia cari cara dan waktu yang tepat untuk menumpahkan dendam dan kemarahannya, di saat itu sekolahnya mengadakan Retreat dan diharuskan semua siswa untuk ikut. Dia memberikan selebaran itu kepada papanya, dan disetujui oleh papanya. Papanya memberikan uang pendaftaran dan uang untuk keperluan yang lain semasa Retreat berlangsung.
Retreat tersebut diadakan 3 hari 2 malam. Dalam setiap session Hamba Tuhan memberikan khotbah tentang relasi antara Tuhan, orang tua dan anak. Session demi session Hamba Tuhan berkhotbah, namun bagi anak ini semua itu cuma omong kosong yang tak sesuai dengan kenyataan. Tetapi pada saat session terakhir dan hari itu adalah hari terakhir Retreat, Hamba Tuhan memberikan Altar Call. Pada saat altar call Hamba Tuhan mengajak semuanya untuk menyanyikan lagu, “Dia jamah seg’nap hidupku.. dan b’ri damai di hatiku… semua t’lah berubah dan aku tahu… Yesus jamah kujadi baru…” semua menyanyi lagu tersebut. Anak ini tidak menyanyi, dia hanya diam. Lalu Hamba Tuhan mengatakan, “Coba kita mengingat kebaikan orang tua kita sebagai wakil Allah bagi kita… ingatlah kebaikannya dan bukan kesalahan orang tua kita… Berkali-kali perkataan itu diucapkan. Anak ini mencoba untuk mengalihkan semua itu. Tetapi pada satu titik, tiba-tiba dia mengingat semua peristiwa yang terjadi di masa-masa dia masih kecil… dia mengingat kebaikan orang tuanya…, namun dia mencoba untuk tidak mengingatnya. Tetapi kenangan itu terus mengalir di pikirannya… Pada saat Hamba Tuhan mengatakan, “Siapa yang memiliki luka, kesakitan, akar pahit, dan dendam kepada orang tuanya, keluarganya, angkat tanganmu dan majulah ke depan…” Anak itu berusaha untuk menolak… tetapi getaran dari dalam hati yang menuduh dia adalah orangnya membuat dia tak tahan, kemudian dia mengangkat tangan dan maju ke depan. Lagu tadi masih tetap dinyanyikan… Anak ini terus mengingat kebaikan dan kenangan indah bersama dengan orang tuanya terutama dengan papanya, yang selama ini dia benci dan menaruh dendam kepada papanya. Ketika dia mengingat semua itu, dia menangis dengan sangat… dia tidak memikirkan apa yang dipikirkan teman-temannya terhadapnya… yang dia tahu di dalam hatinya ada jeritan pengakuan, “Akulah orangnya…” 
Hamba Tuhan kemudian berdoa bagi setiap orang yang maju dekat mimbar dan meminta Tuhan untuk memberikan pengampunan dan komitmen kepada setiap orang. Setelah itu Hamba Tuhan meminta beberapa rekannya untuk memfollow up setiap orang yang maju ke depan tadi. Salah satu dari sekian banyak orang tadi adalah anak yang memiliki dendam kepada papanya. Hamba Tuhan mencari anak itu dan menanyakan apa yang sebenarnya anak itu alami. Mengapa menangis histeris seperti itu? Anak itu menjawab bahwa dia dendam kepada papanya dan berniat membunuh papanya pada saat duduk di bangku SMA. Hamba Tuhan itu mengatakan kepada anak itu, “Tuhan itu baik, Dia tidak ingin kamu melakukan hal yang demikian kepada orang tuanmu…, apakah kamu benar-benar sudah mengampuni papamu…?” Anak itu menjawab, “Ya”. Hamba Tuhan kemudian meminta anak itu untuk mengakui semuanya kepada papanya dan meminta ampun kepada papanya. Anak itu tidak berani untuk melakukannya. Tetapi Hamba Tuhan itu memberikan kekuatan agar anak itu mau melakukannya.
Sepulang dari Retreat, anak ini memiliki damai di hatinya. Tidak ada lagi kebencian kepada papanya. Tetapi dia memiliki satu ketakutan kalau-kalau papanya marah apabila dia mengakui semua kebencian yang dia simpan selama bertahun-tahun. Ketika tiba waktu yang tepat, anak ini datang kepada papanya untuk mengatakan semua yang terjadi. Papanya yang mendengar semuanya itu memeluknya dan berkata, “Papa tidak tahu kalau kejadian waktu yang lalu menjadi suatu kesakitan di dalam hatimu nak, ampuni papa… dan papa pun sudah mengampunimu…” Anak itu dan papanya berpelukan sambil menangis.
From: "M"