Kamis, September 25, 2008

Katakan Terima Kasih

Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.

Anda tentu masih ingat tentang frase `tidak tahu terimakasih' . Sebuah 
sebutan yang biasa kita gunakan untuk menggambarkan mereka yang 
melupakan orang-orang yang telah berjasa kepadanya. Tentu, ini bukan 
karena mereka tidak tahu bahwa seharusnya mereka berterimakasih, 
tapi; egonya terlampau besar untuk bisa mengakui hal itu. Lagi pula, 
mengapa harus berterimakasih jika hal itu justru akan menunjukkan 
seolah-olah kerberhasilan yang selama ini kita raih itu bukan dari 
hasil usaha kita sendiri. Padahal, sesungguhnya yang namanya `hasil 
usaha sendiri' itu tidak ada. Hanya gara-gara anda membeli sendiri 
sayur ke pasar. Lalu mencuci. Dan kemudian memasaknya hingga matang. 
Anda tidak bisa serta merta menganggap bahwa anda menyediakan makanan 
itu sendiri. Memangnya, siapa yang bersedia belumur lumpur untuk 
menanam benih sayuran itu ketika masih berupa biji-bijian. Siapa yang 
bersedia membebani pundaknya membawa sayuran itu dari tengah sawah 
menuju kepasar didekat rumah? Dan siapa yang sudah memeras keringat 
memasangkan saluran air untuk mencucinya dipancuran keran air rumah 
kita?

Seorang sahabat bercerita tentang temannya dimasa lalu. Disaat 
segalanya masih serba alakardarnya, konon dialah yang memberikan 
bantuan ini dan itu kepada sang sahabat. Bahkan, ketika sahabatnya 
tidak memiliki sedikitpun makanan untuk disantap; dialah yang 
bersedia berbagi bekal untuk dinikmati bersama-sama. Ketika 
sahabatnya tengah sakit, dialah yang membawanya kedokter dan 
membelikan obat. Bertahun-tahun kemudian, sahabatnya sudah menjadi 
orang sukses. Jauh lebih sukses dari dirinya. Ketika baru-baru ini 
mereka kembali saling jumpa, segalanya sudah sangat berbeda. 
Kejadiannya agak kurang menyenangkan sehingga dia berkata dalam 
hatinya;'haruskah aku mengingatkannya tentang kebaikan-kebaikanku 
dimasa lalu?" Saya bertanya; `untuk apa?' Dia berkata;"Untuk 
mengingatkan bahwa dia tidak akan pernah jadi orang kalau dulu tidak 
ada yang menolongnya! " Matanya melotot; "Dan itu adalah AKU!" 
lanjutnya.

Semakin kita menyadari bahwa kita ini tidak bisa hidup sendiri, 
selayaknya semakin kita sadari bahwa diluar diri kita, begitu banyak 
peran yang dimainkan oleh orang lain. Ada peran orang lain dalam 
sukses kita. Ada peran orang lain dalam sehat kita. Ada peran orang 
lain, dalam segala kenikmatan hidup kita. Tapi, kadang kita lupa akan 
semuanya itu. Kita masih suka mengira bahwa meskipun kita ini mahluk 
sosial. Mahluk yang hanya bisa meraih kesempurnaan hidup jika dan 
hanya jika berinteraksi dan saling mengisi dengan orang lain. Namun, 
kita suka berkata;"ini adalah hasil kerja keras dan jerih payah 
gue!" Kita lupa, bahwa ada kontribusi orang lain ketika 'sang gue' 
bekerja keras dan berjerih payah. Seorang atasan yang sukses, lupa 
bahwa kesuksesannya sangat ditentukan oleh kontribusi para bawahan. 
Seorang bawahan yang sukses, berkata; "Lihatlah, tanpa atasan gue, 
gue bisa berhasil juga." Kita, kadang-kadang mengingkari 
kemahluksosialan kita sendiri. 

Kata terimakasih memiliki dimensi vertical, juga horizontal. Secara 
horizontal, dia merupakan mantra yang paling ampuh untuk menarik 
energi positif mendekat kearah kita. Ketika kita mengucapkan 
terimakasih kepada orang yang telah berbuat kebaikan kepada kita 
misalnya; maka energi yang keluar dari kata terimakasih itu 
memberikan vibrasi positif yang membangkitkan kenikmatan disekujur 
tubuh orang yang ditujunya. Tepat disaat mendengar ucapan 
terimakasih dari kita; dia merasa bahagia. Dan perasaan bahagia itu 
menghubungkannya dengan penemuan bahwa; ternyata berbuat baik kepada 
orang lain itu rasanya membahagiakan. 

Itulah sebabnya mengapa orang yang telah berbuat kebaikan secara 
tulus. Lalu, diberi ucapan terimakasih secara tulus pula cenderung 
untuk melakukan kebaikan yang lebih banyak. Dan hal ini merupakan 
satu pertanda lain bahwa kebaikan itu menimbulkan ketagihan. Artinya, 
orang-orang yang sudah merasakan betapa indahnya berbuat kebajikan 
cenderung untuk mencari keindahan lain dengan cara berbuat kebajikan 
lain. Semakin indah. Semakin nikmat. Semakin bersemangat. Sehingga, 
kebaikan terus meluncur dari jemari tangannya. Laksana mata air yang 
tidak pernah kering.

Jika kita ingat bahwa Tuhan memberikan pahala kepada orang yang 
berbuat baik, maka pastilah kita ingat pula bahwa semakin banyak kita 
berbuat baik, semakin banyak pula pahala yang Tuhan berikan. Jadi, 
jika kita semakin bersemangat untuk berbuat kebaikan karena orang 
berterimakasih pada kita, sesungguhnya yang diuntungkan adalah kita. 
Sebab, dengan ucapan terimakasih orang itulah kita akhirnya berbuat 
kebaikan lain. Dan mendapatkan pahala lain dari Tuhan. Jadi, jika 
kita yang untung gara-gara termotivasi oleh orang yang mengucap 
terimakasih kepada kita; siapa sesungguhnya yang paling berjasa 
diantara kita? Siapa yang paling pantas untuk berucap terimakasih? 
Mereka yang yang kita tolong? Ataukah kita yang menjadi semakin 
terdorong? Jangan-jangan, kitalah yang harus berterimakasih itu….

Secara vertical, kata terimakasih memiliki makna yang khusus pula. 
Lagipula, bukankah memang sudah sepantasnya kita berterimakasih 
kepada Tuhan? Sebab tidak ada satupun peristiwa yang terkait dengan 
kita tanpa campur tangan Tuhan. Telinga kita, mata kita, tangan kita, 
jiwa, bahkan hidup kita seluruhnya adalah bukti nyata bahwa 
terimakasih kita kepada Tuhan bisa menjadi tiada berbatas. Makanya, 
pantaslah jika Dia berkata: "Jika engkau menghitung-hitung nikmatKu, 
maka pastilah engkau tidak bisa menghitungnya. " Sampai disini, 
kalimat itu masih tidak bisa dibantah. Sebab, memang nikmat Tuhan itu 
begitu melimpah. Sehingga kita tidak mungkin menghitung dan 
menginventarisirnya satu demi satu. Lagipula, mengapa kita harus 
menghitungya? Lebih baik mensyukurinya saja. Sebab, konon, Tuhan juga 
mengatakan bahwa; "Sesungguhnya, jika kamu bersyukur; maka Aku akan 
menambahkan kenikmatan yang disyukuri itu berkali-kali lipat....."

Hore,
Hari Baru!
Dadang Kadarusman
http://dkadarusman. blogspot. com/
http://www.dadangka darusman. com/ 

Catatan Kaki: 
Kadang kita mengharapkan orang lain mengucapkan terimakasih kepada 
kebaikan-kebaikan yang kita lakukan untuk mereka. Namun, kita sering 
lupa bahwa kitalah yang sesungguhnya harus berterimakasih atas 
kesediaan mereka menerima apa yang kita lakukan untuk mereka.

Biarkan Mengalir Seperti Air

Biarkan Mengalir Seperti Air

 

Seorang pria mendatangi seorang Guru. 

Katanya, "Guru, saya sudah bosan hidup. Benar-benar jenuh. 

Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. 
Apapun yang saya lakukan selalu gagal. Saya ingin mati." 

 

Sang Guru tersenyum, "Oh, kamu sakit." 

"Tidak Guru, saya tidak sakit. Saya sehat. 

Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati." 

 

Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Guru meneruskan, "Kamu sakit. 
Dan penyakitmu itu bernama, 'Alergi Hidup'. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan." 

Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. 

Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan. 


Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan ini mengalir terus, 

tetapi kita menginginkan keadaan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir.  

Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit. 
Penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit. 

Usaha, pasti ada pasang-surutnya. Dalam berumah-tangga, pertengkaran kecil itu memang wajar. 

Persahabatan pun tidak selalu langgeng. Apa sih yang abadi dalam hidup ini? 

Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. 

Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita. 

 

"Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu benar-benar bertekad ingin sembuh 

dan bersedia mengikuti petunjukku." kata sang Guru. 

"Tidak Guru, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin hidup." 

Pria itu menolak tawaran sang Guru. 

"Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?" 

"Ya, memang saya sudah bosan hidup." 

"Baiklah. Kalau begitu besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini. 
Malam nanti, minumlah separuh isi botol ini. Sedangkan separuh sisasnya kau minum besok sore jam enam. 

Maka esok jam delapan malam kau akan mati dengan tenang." 

 

Kini, giliran pria itu menjadi bingung. 

Sebelumnya, semua Guru yang ia datangi selalu berupaya untuk 

memberikan semangat hidup. Namun, Guru yang satu ini aneh. 

Alih-alih memberi semangat hidup, malah menawarkan racun. 
Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati. 

 

Setibanya di rumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun 

yang disebut "obat" oleh sang Guru tadi. 

Lalu, ia merasakan ketenangan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. 

Begitu rileks, begitu santai! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. 

Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah. 

 

Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran Jepang. 

Sesuatu yang tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. 
Ini adlaah malam terakhirnya. Ia ingin meninggalkan kenangan manis. 

Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya amat harmonis. 

Sebelum tidur, ia mencium bibir istrinya dan berbisik, 

"Sayang, aku mencintaimu." Sekali lagi, karena malam itu adalah malam terakhir, 

ia ingin meninggalkan kenangan manis! 

 

Esoknya, sehabis bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. 
Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. 

Setengah jam kemudian ia kembali ke rumah, ia menemukan istrinya masih tertidur. 

Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir kopi. 

Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. 

Karena pagi itu adalah pagi terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! 

Sang istripun merasa aneh sekali,  

"Sayang, apa yang terjadi hari ini? Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku, sayang." 

 

Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. 

Stafnya pun bingung, "Hari ini, Bos kita kok aneh ya?" 

Dan sikap mereka pun langsung berubah. 

Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, 
ia ingin meninggalkan kenangan manis! 

Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah.  

Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan menghargai terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. 

Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya. 

 

Pulang ke rumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan. 

Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya, 


"Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu." 

Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, "Ayah, maafkan kami semua. 
Selama ini, ayah selalu tertekan karena perilaku kami." 

 

Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah. 

Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. 

Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya? 

 

Ia mendatangi sang Guru lagi. Melihat wajah pria itu, rupanya sang Guru 
langsung mengetahui apa yang telah terjadi, 

"Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah sembuh. 

Apabila kau hidup dalam kekinian, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut 

dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan.  

Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. 

Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. 

Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. 
Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan." 

 

Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Guru, 

lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. 

Konon, ia masih mengalir terus. Ia tidak pernah lupa hidup dalam kekinian. 

Itulah sebabnya, ia selalu bahagia, selalu tenang, selalu HIDUP! 

Have a positive day!

From: "'Ida arimurti'"

Kasih Yang Menyentuh

Ini saya dapat dari email sebelah, sangat menyentuh dan baik untuk direnungkan.
 
wass.
 
Bintarto
 
Kisah di bawah ini adalah kisah yang saya dapat dari milis alumni Jerman, atau warga Indonesia yg bermukim atau pernah bermukim di sana . Demikian layak untuk dibaca beberapa menit, dan direnungkan seumur hidup.

 

Saya adalah ibu dari tiga orang anak dan baru saja menyelesaikan kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi. Sang Dosen sangat inspiratif, dengan kualitas yang saya harapkan setiap orang memilikinya.

Tugas terakhir yang diberikan ke para siswanya diberi nama "Smiling." Seluruh siswa diminta untuk pergi ke luar dan memberikan senyumnya kepada tiga orang asing yang ditemuinya dan mendokumentasikan reaksi mereka. Setelah itu setiap siswa diminta untuk mempresentasikan didepan kelas. Saya adalah seorang yang periang, mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang. Jadi, saya pikir,tugas ini sangatlah mudah.

Setelah menerima tugas tsb, saya bergegas menemui suami saya dan anak bungsu saya yang menunggu di taman di halaman kampus, untuk pergi kerestoran McDonald's yang berada di sekitar kampus. Pagi itu udaranya sangat dingin dan kering. Sewaktu suami saya akan masuk dalam antrian, saya menyela dan meminta agar dia saja yang menemani si Bungsu sambil mencari tempat duduk yang masih kosong.

Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk dilayani, mendadak setiap orang di sekitar kami bergerak menyingkir, dan bahkan orang yang semula antri dibelakang saya ikut menyingkir keluar dari antrian.

Suatu perasaan panik menguasai diri saya, ketika berbalik dan melihat mengapa mereka semua pada menyingkir ? Saat berbalik itulah saya membaui suatu "bau badan kotor" yang cukup menyengat, ternyata tepat di belakang saya berdiri dua orang lelaki tunawisma yang sangat dekil! Saya bingung, dan tidak mampu bergerak sama sekali.

Ketika saya menunduk, tanpa sengaja mata saya menatap laki-laki yang lebih pendek, yang berdiri lebih dekat dengan saya, dan ia sedang "tersenyum" kearah saya.
Lelaki ini bermata biru, sorot matanya tajam, tapi juga memancarkan kasih sayang. Ia menatap kearah saya, seolah ia meminta agar saya dapat menerima 'kehadirannya' ditempat itu.

Ia menyapa "Good day!" sambil tetap tersenyum dan sembari menghitung beberapa koin yang disiapkan untuk membayar makanan yang akan dipesan. Secara spontan saya membalas senyumnya, dan seketika teringat oleh saya 'tugas' yang diberikan oleh dosen saya. Lelaki kedua sedang memainkan tangannya dengan gerakan aneh berdiri di belakang temannya. Saya segera menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi mental, dan lelaki dengan mata biru itu adalah "penolong"nya. Saya merasa sangat prihatin setelah mengetahui bahwa ternyata dalam antrian itu kini hanya tinggal saya bersama mereka,dan kami bertiga tiba2 saja sudah sampai didepan counter.

Ketika wanita muda di counter menanyakan kepada saya apa yang ingin saya pesan, saya persilahkan kedua lelaki ini untuk memesan duluan. Lelaki bermata biru segera memesan "Kopi saja, satu cangkir Nona." Ternyata dari koin yang terkumpul hanya itulah yang mampu dibeli oleh mereka (sudah menjadi aturan direstoran disini, jika ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh, maka orang harus membeli sesuatu). Dan tampaknya kedua orang ini hanya ingin menghangatkan badan.


Tiba2 saja saya diserang oleh rasa iba yang membuat saya sempat terpaku beberapa saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka mencari tempat duduk yang jauh terpisah dari tamu2 lainnya, yang hampir semuanya sedang mengamati mereka. Pada saat yang bersamaan, saya baru menyadari bahwa saat itu semua mata di restoran itu juga sedang tertuju ke diri saya, dan pasti juga melihat semua 'tindakan' saya.

Saya baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa saya untuk ketiga kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan. Saya tersenyum dan minta diberikan dua paket makan pagi (diluar pesanan saya) dalam nampan terpisah.

Setelah membayar semua pesanan, saya minta bantuan petugas lain yang ada di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke meja/tempat duduk suami dan anak saya. Sementara saya membawa nampan lainnya berjalan melingkari sudut kearah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu untuk beristirahat. Saya letakkan nampan berisi makanan itu di atas mejanya, dan meletakkan tangan saya di atas punggung telapak tangan dingin lelaki bemata biru itu, sambil saya berucap "makanan ini telah saya pesan untuk kalian berdua."

Kembali mata biru itu menatap dalam ke arah saya, kini mata itu mulai basah ber-kaca2 dan dia hanya mampu berkata "Terima kasih banyak, nyonya."
Saya mencoba tetap menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya berkata "Sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk kalian, Tuhan juga berada di sekitar sini dan telah membisikkan sesuatu ketelinga saya untuk menyampaikan makanan ini kepada kalian."

Mendengar ucapan saya, si Mata Biru tidak kuasa menahan haru dan memeluk lelaki kedua sambil terisak-isak. Saat itu ingin sekali saya merengkuh kedua lelaki itu.

Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya berjalan meninggalkan mereka dan bergabung dengan suami dan anak saya, yang tidak jauh dari tempat duduk mereka. Ketika saya duduk suami saya mencoba meredakan tangis saya sambil tersenyum dan berkata "Sekarang saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan dirimu menjadi istriku, yang pasti, untuk memberikan 'keteduhan' bagi diriku dan anak-2ku! " Kami saling berpegangan tangan beberapa saat dan saat itu kami benar2 bersyukur dan menyadari,bahwa hanya karena 'bisikanNYA' lah kami telah mampu memanfaatkan 'kesempatan' untuk dapat berbuat sesuatu bagi orang lain yang sedang sangat membutuhkan.

Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu yang akan meninggalkan restoran dan disusul oleh beberapa tamu lainnya, mereka satu persatu menghampiri meja kami, untuk sekedar ingin 'berjabat tangan' dengan kami.

Salah satu diantaranya, seorang bapak, memegangi tangan saya, dan berucap "Tanganmu ini telah memberikan pelajaran yang mahal bagi kami semua yang berada disini, jika suatu saat saya diberi kesempatan olehNYA, saya akan lakukan seperti yang telah kamu contohkan tadi kepada kami."

Saya hanya bisa berucap "terimakasih" sambil tersenyum. Sebelum beranjak meninggalkan restoran saya sempatkan untuk melihat kearah kedua lelaki itu, dan seolah ada 'magnit' yang menghubungkan bathin kami, mereka langsung menoleh kearah kami sambil tersenyum, lalu melambai-2kan tangannya kearah kami. Dalam perjalanan pulang saya merenungkan kembali apa yang telah saya lakukan terhadap kedua orang tunawisma tadi, itu benar2 'tindakan' yang tidak pernah terpikir oleh saya. Pengalaman hari itu menunjukkan kepada saya betapa 'kasih sayang' Tuhan itu sangat HANGAT dan INDAH sekali!

Saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah dengan 'cerita' ini ditangan saya. Saya menyerahkan 'paper' saya kepada dosen saya. Dan keesokan harinya, sebelum memulai kuliahnya saya dipanggil dosen saya ke depan kelas, ia melihat kepada saya dan berkata, "Bolehkah saya membagikan ceritamu ini kepada yang lain?" dengan senang hati saya mengiyakan. Ketika akan memulai kuliahnya dia meminta perhatian dari kelas untuk membacakan paper saya. Ia mulai membaca, para siswapun mendengarkan dengan seksama cerita sang dosen, dan ruangan kuliah menjadi sunyi. Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam membawakan ceritanya, membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah itu seolah ikut melihat bagaimana sesungguhnya kejadian itu berlangsung, sehingga para siswi yang duduk di deretan belakang didekat saya diantaranya datang memeluk saya untuk mengungkapkan perasaan harunya.

Diakhir pembacaan paper tersebut, sang dosen sengaja menutup ceritanya dengan mengutip salah satu kalimat yang saya tulis diakhir paper saya .

"Tersenyumlah dengan 'HATImu', dan kau akan mengetahui betapa 'dahsyat' dampak yang ditimbulkan oleh senyummu itu."

Dengan caraNYA sendiri, Tuhan telah 'menggunakan' diri saya untuk menyentuh orang-orang yang ada di McDonald's, suamiku, anakku, guruku, dan setiap siswa yang menghadiri kuliah di malam terakhir saya sebagai mahasiswi. Saya lulus dengan 1 pelajaran terbesar yang tidak pernah saya dapatkan di bangku kuliah manapun, yaitu: "PENERIMAAN TANPA SYARAT."

Banyak cerita tentang kasih sayang yang ditulis untuk bisa diresapi oleh para pembacanya, namun bagi siapa saja yang sempat membaca dan memaknai cerita ini diharapkan dapat mengambil pelajaran bagaimana cara MENCINTAI SESAMA, DENGAN MEMANFAATKAN SEDIKIT HARTA-BENDA YANG KITA MILIKI, dan bukannya MENCINTAI HARTA-BENDA YANG BUKAN MILIK KITA, DENGAN MEMANFAATKAN SESAMA!

Jika anda berpikir bahwa cerita ini telah menyentuh hati anda, teruskan cerita ini kepada orang2 terdekat anda. Disini ada 'malaikat' yang akan menyertai anda, agar setidaknya orang yang membaca cerita ini akan tergerak hatinya untuk bisa berbuat sesuatu (sekecil apapun) bagi sesama yang sedang membutuhkan uluran tangannya!

Orang bijak mengatakan: Banyak orang yang datang dan pergi dari kehidupanmu, tetapi hanya 'sahabat yang bijak' yang akan meninggalkan JEJAK di dalam hatimu.
Untuk berinteraksi dengan dirimu, gunakan nalarmu. Tetapi untuk berinteraksi dengan orang lain, gunakan HATImu! Orang yang kehilangan uang, akan kehilangan banyak, orang yang kehilangan teman, akan kehilangan lebih banyak! Tapi orang yang kehilangan keyakinan, akan kehilangan semuanya! Tuhan menjamin akan memberikan kepada setiap hewan makanan bagi mereka, tetapi DIA tidak melemparkan makanan itu ke dalam sarang mereka, hewan itu tetap harus BERIKHTIAR untuk bisa mendapatkannya.

Orang-orang muda yang 'cantik' adalah hasil kerja alam, tetapi orang-orang tua yang 'cantik' adalah hasil karya seni. Belajarlah dari PENGALAMAN MEREKA, karena engkau tidak dapat hidup cukup lama untuk bisa mendapatkan semua itu dari pengalaman dirimu sendiri

 From: "Wahyono Bintarto"

Take Care

Dear friends/Para teman yang baik


Please take care. Precaution is always better than cure

If you receive a phone call on your mobile from any person saying that they
are checking your mobile line, and you have to press #90 or #09 or any
other number. End this call immediately without pressing any numbers.
Friends there is a fraud company using a device that once you press #90 or
#09 they can access your SIM card and make calls at your expense. Forward
this message to as many friends as u can, to stop it. This information has
been confirmed by both Motorola and Nokia. There are over 3 million
affected mobile phones. You can check this news at CNN web site also. Plz
circulate URGENTLY.

(from: "K Setiabudi" )
 

Waktu Tuhan Itu Indah

Waktu Tuhan Itu Indah

 Hidup adalah keadaan di mana setiap orang harus menjalaninya di dalam berbagai kondisi dan situasi, yang mana semua kejadian yang terjadi mengajar setiap pribadi untuk semakin dewasa dalam menghadapinya. Berbagai rasa dan asa dalam suka maupun duka akan terasa indah bila dijalani dengan kesadaran dan usaha yang mantap untuk memenangkan setiap perkara yang terjadi.
 Ini merupakan kisah nyata dari kehidupan di dunia ini. Adalah seorang anak kelas 4 SD dijanjikan oleh papanya sesuatu yang sangat diinginkannya. Dia menantikan waktu yang telah ditetapkan oleh papanya untuk memberikan hadiah itu kepadanya. Ketika tiba waktu yang ditentukan anak ini mencari papanya untuk mendapatkan apa yang telah dijanjikan oleh papanya tersebut. Namun kenyataan yang ada dia tidak dapat apa yang dia impikan. Papanya hari itu pergi ke rumah temannya yang tidak jauh jaraknya dari rumah. Anak ini nekad pergi mencari papanya dengan harapan papanya pulang dan memberikan hadiah itu kepadanya. 
Sesampainya di sana dia langsung meminta papanya pulang dengan cara merengek-rengek di halaman rumah teman papanya. Papanya datang menemuinya dan mengatakan, “Jangan berbuat itu, papa sebentar lagi pulang dan memberikan apa yang papa janjikan kepadamu. Sekarang kamu pulang lebih dulu dan tunggu papa di rumah.” Namun anak ini bukannya mendengar apa yang dikatakan papanya, malah dia semakin menambah tindakan yang membuat papanya menahan malu terhadap temannya. Akhirnya papanya berpamitan kepada temannya dan membawa anaknya pulang bersama dengannya. Anak ini senang karena pikirnya sesampainya di rumah dia akan mendapatkan hadiah yang dijanjikan papanya kepadanya. Namun apa yang terjadi, papanya bukan memberikan hadiah itu kepadanya melainkan papanya mengganjar dia dengan memberikan libasan dari beberapa batang lidi di punggungnya yang meninggalkan bekas luka di punggungnya. 
Kejadian itu sangat menyakitkan baginya tetapi hal itu terlebih lagi sangat menyakitkan bagi papanya yang telah melibasnya. Beberapa hari setelah kejadian itu papanya minta maaf kepadanya dan memberikan hadiah yang kepadanya, anak ini menerima hadiah itu namun dia berpura-pura memaafkan papanya. Di dalam hatinya terdapat dendam yang membara untuk membalaskannya kepada papanya.
Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan dan tahun demi tahun dia menyimpan dendam kepada papanya. Dia melalukan tindakan yang berlawanan dengan apa yang telah diajarkan papanya. Dia berani bicara kotor, bergaul dengan pergaulan yang tidak baik, membaca bacaan yang tidak layak untuk dibaca, melihat film-film yang seharusnya tidak dia lihat. Di dalam rumah dia seperti anak yang baik, tetapi di luar rumah dia hidup tidak senonoh. Hal itu dilakukannya sebagai pelarian dari masalahnya dengan papanya. Anak ini berniat membunuh papanya dengan cara yang kejam kelak ketika dia duduk di bangku SMA.
Waktu yang ditunggunya tiba. Saat lulus SMP dia senang karena cita-citanya untuk membunuh papanya akan segera tercapai. Ketika dia duduk di bangku SMA niatnya semakin bulat, tinggal tunggu waktu yang tepat. Beberapa bulan setelah dia cari cara dan waktu yang tepat untuk menumpahkan dendam dan kemarahannya, di saat itu sekolahnya mengadakan Retreat dan diharuskan semua siswa untuk ikut. Dia memberikan selebaran itu kepada papanya, dan disetujui oleh papanya. Papanya memberikan uang pendaftaran dan uang untuk keperluan yang lain semasa Retreat berlangsung.
Retreat tersebut diadakan 3 hari 2 malam. Dalam setiap session Hamba Tuhan memberikan khotbah tentang relasi antara Tuhan, orang tua dan anak. Session demi session Hamba Tuhan berkhotbah, namun bagi anak ini semua itu cuma omong kosong yang tak sesuai dengan kenyataan. Tetapi pada saat session terakhir dan hari itu adalah hari terakhir Retreat, Hamba Tuhan memberikan Altar Call. Pada saat altar call Hamba Tuhan mengajak semuanya untuk menyanyikan lagu, “Dia jamah seg’nap hidupku.. dan b’ri damai di hatiku… semua t’lah berubah dan aku tahu… Yesus jamah kujadi baru…” semua menyanyi lagu tersebut. Anak ini tidak menyanyi, dia hanya diam. Lalu Hamba Tuhan mengatakan, “Coba kita mengingat kebaikan orang tua kita sebagai wakil Allah bagi kita… ingatlah kebaikannya dan bukan kesalahan orang tua kita… Berkali-kali perkataan itu diucapkan. Anak ini mencoba untuk mengalihkan semua itu. Tetapi pada satu titik, tiba-tiba dia mengingat semua peristiwa yang terjadi di masa-masa dia masih kecil… dia mengingat kebaikan orang tuanya…, namun dia mencoba untuk tidak mengingatnya. Tetapi kenangan itu terus mengalir di pikirannya… Pada saat Hamba Tuhan mengatakan, “Siapa yang memiliki luka, kesakitan, akar pahit, dan dendam kepada orang tuanya, keluarganya, angkat tanganmu dan majulah ke depan…” Anak itu berusaha untuk menolak… tetapi getaran dari dalam hati yang menuduh dia adalah orangnya membuat dia tak tahan, kemudian dia mengangkat tangan dan maju ke depan. Lagu tadi masih tetap dinyanyikan… Anak ini terus mengingat kebaikan dan kenangan indah bersama dengan orang tuanya terutama dengan papanya, yang selama ini dia benci dan menaruh dendam kepada papanya. Ketika dia mengingat semua itu, dia menangis dengan sangat… dia tidak memikirkan apa yang dipikirkan teman-temannya terhadapnya… yang dia tahu di dalam hatinya ada jeritan pengakuan, “Akulah orangnya…” 
Hamba Tuhan kemudian berdoa bagi setiap orang yang maju dekat mimbar dan meminta Tuhan untuk memberikan pengampunan dan komitmen kepada setiap orang. Setelah itu Hamba Tuhan meminta beberapa rekannya untuk memfollow up setiap orang yang maju ke depan tadi. Salah satu dari sekian banyak orang tadi adalah anak yang memiliki dendam kepada papanya. Hamba Tuhan mencari anak itu dan menanyakan apa yang sebenarnya anak itu alami. Mengapa menangis histeris seperti itu? Anak itu menjawab bahwa dia dendam kepada papanya dan berniat membunuh papanya pada saat duduk di bangku SMA. Hamba Tuhan itu mengatakan kepada anak itu, “Tuhan itu baik, Dia tidak ingin kamu melakukan hal yang demikian kepada orang tuanmu…, apakah kamu benar-benar sudah mengampuni papamu…?” Anak itu menjawab, “Ya”. Hamba Tuhan kemudian meminta anak itu untuk mengakui semuanya kepada papanya dan meminta ampun kepada papanya. Anak itu tidak berani untuk melakukannya. Tetapi Hamba Tuhan itu memberikan kekuatan agar anak itu mau melakukannya.
Sepulang dari Retreat, anak ini memiliki damai di hatinya. Tidak ada lagi kebencian kepada papanya. Tetapi dia memiliki satu ketakutan kalau-kalau papanya marah apabila dia mengakui semua kebencian yang dia simpan selama bertahun-tahun. Ketika tiba waktu yang tepat, anak ini datang kepada papanya untuk mengatakan semua yang terjadi. Papanya yang mendengar semuanya itu memeluknya dan berkata, “Papa tidak tahu kalau kejadian waktu yang lalu menjadi suatu kesakitan di dalam hatimu nak, ampuni papa… dan papa pun sudah mengampunimu…” Anak itu dan papanya berpelukan sambil menangis.
From: "M"