Kamis, September 25, 2008

Waktu Tuhan Itu Indah

Waktu Tuhan Itu Indah

 Hidup adalah keadaan di mana setiap orang harus menjalaninya di dalam berbagai kondisi dan situasi, yang mana semua kejadian yang terjadi mengajar setiap pribadi untuk semakin dewasa dalam menghadapinya. Berbagai rasa dan asa dalam suka maupun duka akan terasa indah bila dijalani dengan kesadaran dan usaha yang mantap untuk memenangkan setiap perkara yang terjadi.
 Ini merupakan kisah nyata dari kehidupan di dunia ini. Adalah seorang anak kelas 4 SD dijanjikan oleh papanya sesuatu yang sangat diinginkannya. Dia menantikan waktu yang telah ditetapkan oleh papanya untuk memberikan hadiah itu kepadanya. Ketika tiba waktu yang ditentukan anak ini mencari papanya untuk mendapatkan apa yang telah dijanjikan oleh papanya tersebut. Namun kenyataan yang ada dia tidak dapat apa yang dia impikan. Papanya hari itu pergi ke rumah temannya yang tidak jauh jaraknya dari rumah. Anak ini nekad pergi mencari papanya dengan harapan papanya pulang dan memberikan hadiah itu kepadanya. 
Sesampainya di sana dia langsung meminta papanya pulang dengan cara merengek-rengek di halaman rumah teman papanya. Papanya datang menemuinya dan mengatakan, “Jangan berbuat itu, papa sebentar lagi pulang dan memberikan apa yang papa janjikan kepadamu. Sekarang kamu pulang lebih dulu dan tunggu papa di rumah.” Namun anak ini bukannya mendengar apa yang dikatakan papanya, malah dia semakin menambah tindakan yang membuat papanya menahan malu terhadap temannya. Akhirnya papanya berpamitan kepada temannya dan membawa anaknya pulang bersama dengannya. Anak ini senang karena pikirnya sesampainya di rumah dia akan mendapatkan hadiah yang dijanjikan papanya kepadanya. Namun apa yang terjadi, papanya bukan memberikan hadiah itu kepadanya melainkan papanya mengganjar dia dengan memberikan libasan dari beberapa batang lidi di punggungnya yang meninggalkan bekas luka di punggungnya. 
Kejadian itu sangat menyakitkan baginya tetapi hal itu terlebih lagi sangat menyakitkan bagi papanya yang telah melibasnya. Beberapa hari setelah kejadian itu papanya minta maaf kepadanya dan memberikan hadiah yang kepadanya, anak ini menerima hadiah itu namun dia berpura-pura memaafkan papanya. Di dalam hatinya terdapat dendam yang membara untuk membalaskannya kepada papanya.
Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan dan tahun demi tahun dia menyimpan dendam kepada papanya. Dia melalukan tindakan yang berlawanan dengan apa yang telah diajarkan papanya. Dia berani bicara kotor, bergaul dengan pergaulan yang tidak baik, membaca bacaan yang tidak layak untuk dibaca, melihat film-film yang seharusnya tidak dia lihat. Di dalam rumah dia seperti anak yang baik, tetapi di luar rumah dia hidup tidak senonoh. Hal itu dilakukannya sebagai pelarian dari masalahnya dengan papanya. Anak ini berniat membunuh papanya dengan cara yang kejam kelak ketika dia duduk di bangku SMA.
Waktu yang ditunggunya tiba. Saat lulus SMP dia senang karena cita-citanya untuk membunuh papanya akan segera tercapai. Ketika dia duduk di bangku SMA niatnya semakin bulat, tinggal tunggu waktu yang tepat. Beberapa bulan setelah dia cari cara dan waktu yang tepat untuk menumpahkan dendam dan kemarahannya, di saat itu sekolahnya mengadakan Retreat dan diharuskan semua siswa untuk ikut. Dia memberikan selebaran itu kepada papanya, dan disetujui oleh papanya. Papanya memberikan uang pendaftaran dan uang untuk keperluan yang lain semasa Retreat berlangsung.
Retreat tersebut diadakan 3 hari 2 malam. Dalam setiap session Hamba Tuhan memberikan khotbah tentang relasi antara Tuhan, orang tua dan anak. Session demi session Hamba Tuhan berkhotbah, namun bagi anak ini semua itu cuma omong kosong yang tak sesuai dengan kenyataan. Tetapi pada saat session terakhir dan hari itu adalah hari terakhir Retreat, Hamba Tuhan memberikan Altar Call. Pada saat altar call Hamba Tuhan mengajak semuanya untuk menyanyikan lagu, “Dia jamah seg’nap hidupku.. dan b’ri damai di hatiku… semua t’lah berubah dan aku tahu… Yesus jamah kujadi baru…” semua menyanyi lagu tersebut. Anak ini tidak menyanyi, dia hanya diam. Lalu Hamba Tuhan mengatakan, “Coba kita mengingat kebaikan orang tua kita sebagai wakil Allah bagi kita… ingatlah kebaikannya dan bukan kesalahan orang tua kita… Berkali-kali perkataan itu diucapkan. Anak ini mencoba untuk mengalihkan semua itu. Tetapi pada satu titik, tiba-tiba dia mengingat semua peristiwa yang terjadi di masa-masa dia masih kecil… dia mengingat kebaikan orang tuanya…, namun dia mencoba untuk tidak mengingatnya. Tetapi kenangan itu terus mengalir di pikirannya… Pada saat Hamba Tuhan mengatakan, “Siapa yang memiliki luka, kesakitan, akar pahit, dan dendam kepada orang tuanya, keluarganya, angkat tanganmu dan majulah ke depan…” Anak itu berusaha untuk menolak… tetapi getaran dari dalam hati yang menuduh dia adalah orangnya membuat dia tak tahan, kemudian dia mengangkat tangan dan maju ke depan. Lagu tadi masih tetap dinyanyikan… Anak ini terus mengingat kebaikan dan kenangan indah bersama dengan orang tuanya terutama dengan papanya, yang selama ini dia benci dan menaruh dendam kepada papanya. Ketika dia mengingat semua itu, dia menangis dengan sangat… dia tidak memikirkan apa yang dipikirkan teman-temannya terhadapnya… yang dia tahu di dalam hatinya ada jeritan pengakuan, “Akulah orangnya…” 
Hamba Tuhan kemudian berdoa bagi setiap orang yang maju dekat mimbar dan meminta Tuhan untuk memberikan pengampunan dan komitmen kepada setiap orang. Setelah itu Hamba Tuhan meminta beberapa rekannya untuk memfollow up setiap orang yang maju ke depan tadi. Salah satu dari sekian banyak orang tadi adalah anak yang memiliki dendam kepada papanya. Hamba Tuhan mencari anak itu dan menanyakan apa yang sebenarnya anak itu alami. Mengapa menangis histeris seperti itu? Anak itu menjawab bahwa dia dendam kepada papanya dan berniat membunuh papanya pada saat duduk di bangku SMA. Hamba Tuhan itu mengatakan kepada anak itu, “Tuhan itu baik, Dia tidak ingin kamu melakukan hal yang demikian kepada orang tuanmu…, apakah kamu benar-benar sudah mengampuni papamu…?” Anak itu menjawab, “Ya”. Hamba Tuhan kemudian meminta anak itu untuk mengakui semuanya kepada papanya dan meminta ampun kepada papanya. Anak itu tidak berani untuk melakukannya. Tetapi Hamba Tuhan itu memberikan kekuatan agar anak itu mau melakukannya.
Sepulang dari Retreat, anak ini memiliki damai di hatinya. Tidak ada lagi kebencian kepada papanya. Tetapi dia memiliki satu ketakutan kalau-kalau papanya marah apabila dia mengakui semua kebencian yang dia simpan selama bertahun-tahun. Ketika tiba waktu yang tepat, anak ini datang kepada papanya untuk mengatakan semua yang terjadi. Papanya yang mendengar semuanya itu memeluknya dan berkata, “Papa tidak tahu kalau kejadian waktu yang lalu menjadi suatu kesakitan di dalam hatimu nak, ampuni papa… dan papa pun sudah mengampunimu…” Anak itu dan papanya berpelukan sambil menangis.
From: "M"

1 komentar:

Ev. Timotius Sinaga mengatakan...

I love have a lot of friends... And I'm glad be your friend...